Jelajah Kuliner Unik Nusantara

Kamis, 31 Mei 2012

REOG PONOROGO




       Indonesia terkenal akan kebudayaannya yang beraneka ragam. Keberagamannya dapat terlihat di setiap sudut wilayah Indonesia yang terbentang dari Sabang sampai Merauke. Tapi sayangnya, kekayaan budaya yang dimiliki bangsa Indonesia tak diimbagi dengan rasa peduli dari masyarakat Indonesia. Sehingga tak heran, banyak pihak asing yang mengklaim budaya kita. Tapi,haruskah kita marah? Atau justru seharusnya kita berterima kasih kepada pihak tersebut karena telah peduli, dan membantu memelihara serta melestarikan budaya kita? 
      Salah satu budaya yang sempat menjadi perbincangan karena adanya pengklaiman bangsa asing adalah Reog Ponorogo. Reog sempat diklaim oleh bangsa Malaysia sebagai kebudayaan yang berasal dari Negeri Jiran tersebut. Malaysia menyebut Tari Reog dengan sebutan Tari Barongan. Tetapi, benarkah Reog berasal dari Malaysia? Atau Malaysia hanya menggertak kita agar kita tidak lupa untuk menjaga kebudayaan yang kita miliki? Untuk menjawab pertanyaan itu, alangkah baiknya kita mengenal lebih dahulu tentang Reog.
     Reog adalah salah satu kebudayaan yang berasal dari Jawa Timur, tepatnya di wilayah barat laut. Reog yang paling terkenal yaitu reog dari Ponorogo, sehingga terkenal dengan sebutan Reog Ponorogo. Di Ponorogo, Reog dipertunjukkan pertama kali pada tahun 1920. Dalam setiap pertunjukkannya, tidak hanya Reog, tetapi juga ada Tari Jaran Kepang dan Bujangganong.
      Banyak versi tentang asal-usul dari Reog Ponorogo. Setidaknya ada lima versi yang paling populer di masyarakat Ponorogo. Tetapi yang banyak dikenal oleh masyarakat Indonesia secara luas adalah versi yang bercerita tentang Kerajaan Kediri. Dahulu, ada seorang Putri Kerajaan Kediri yang bernama Dewi Sanggalangit. Setelah desakan dari kedua orang tuanya untuk segera menikah, Dewi Sanggalangit menerima permintaan dari orang tuanya itu dengan memberikan persyaratan kepada para calon suaminya, yang dia peroleh dari semedinya. Persyaratannya adalah siapa saja yang ingin menjadi suaminya, harus mampu menampilkan tontonan yang menarik, dengan membawa seratus empat puluh kuda kembar dan juga binatang berkepala dua. 
      Setelah melakukan sayembara, hanya ada dua calon yang berani memenuhi persyaratan Dewi Sanggalangit, yaitu Raja Kelanaswandana dan Raja Singabarong. Raja Kelanaswandana adalah raja yang gagah dan tampan serta bijaksana yang berasal dari Kerajaan Bandarangin. Tetapi Raja Kelanaswandana memiliki kebiasaan buruk yaitu suka mencumbui anak laki-laki tampan yang dianggapnya sebagai gadis remaja yang cantik. Sedangkan Raja Singabarong dari Kerajaan Lodaya adalah raja yang bengis dan kejam. Dia memiliki rupa harimau dan mempunyai peliharaan burung Merak yang membantu memakan kutu di kepalanya yang membuatnya gatal.
   Singkat cerita, Raja Kelanaswandana telah berhasil mempersiapkan tontonan yang menarik dan mengumpulkan kuda kembar, tetapi belum bisa menemukan binatang berkepala dua. Sedangkan Raja Singabarong hanya mampu mengumpulkan kuda kembar. Raja Singabarong berbuat curang dengan berencana merebut apa yang telah diciptakan oleh Raja Kelanaswandana. Mendengar berita itu, Raja Kelanaswandana marah dan menyerbu Kerajaan Lodaya. Raja Kelanaswandana berhasil mengalahkan Raja Singabarong. Selain berhasil mengalahkan Raja Singabarong, dengan  senjata samandiman-nya, Raja Kelanaswandana juga membuat burung Merak yang saat itu sedang mematuk kepala Raja Singabarong menyatu dengan kepala Singabarong. Sehingga kepala Raja Singabarong tampak seperti binatang berkepala dua., yaitu kepala Singa dan kepala Merak. Raja Kelanaswandana akhirnya dapat memenuhi semua persyaratan Dewi Sanggalangit, dan dapat meminangnya. Dewi Sanggalangit diboyong oleh Raja Kelanaswandana ke Bandarangin di Wengker, atau sekarang bernama Ponorogo. Setelah meminang Dewi Sanggalangit, kebiasaan Raja Kelanaswandana yang suka mencumbui anak laki-laki tampan bisa berhenti.
       Itulah cerita singkat dibalik Tari Reog Ponorogo. Sekarang, Reog telah mengalami perkembangan, salah satunya dari adanya alur cerita. Urut-urutan dari Tari Reog Ponorogo, yaitu Warok, kemudian Jatilan, Bujangganong, Kelanaswandana, barulah Barongan atau Dadak Merak di bagian akhir. Saat salah satu unsur tersebut beraksi, unsur lain ikut bergerak atau menari meski tidak menonjol.
     Melihat dari segi sejarah dan perkembangannya, Reog Ponorogo memang budaya asli milik Indonesia. Barongan di Batu Pahat, Johor dan Selangor, Malaysia hanyalah sebuah tarian yang dibuat oleh masyarakat Jawa di sana yang masih cinta dan peduli dengan Tari Reog. Lantas, siapakah yang disalahkan atas klaim ini? Pada dasarnya tidak ada yang pantas untuk disalahkan, jika semua pihak lebih peduli untuk menjaga dan melestarikan Tari Reog Ponorogo, serta budaya-budaya bangsa Indonesia yang lain. Sehingga tidak ada lagi klaim-klaim dari pihak asing atas budaya kita.

Irwan Suswandi 
Jawa 2011
Peserta UI – Student Development Program 2012

Minggu, 20 Mei 2012

Pendidikanku, pendidikanmu, pendidikan kita, samakah?



Indonesia adalah sebuah negara besar yang penuh dengan kekayaan alam. Kekayaan alam Indonesia, tak terbantahkan lagi oleh negara-negara lain di dunia. Akan tetapi, mengapa kekayaan alam Indonesia itu tidak dapat diolah dengan baik oleh rakyat Indonesia sendiri? Justru negara-negara lainlah yang dengan leluasa memanfaatkan bahkan mengeksploitasi kekayaan alam negara kita. Bagaimana ini? Rakyat Indonesia seakan menjadi tamu di negeri sendiri? Mengapa hal ini bisa terjadi? Ada yang salah dengan rakyat Indonesia?
Salah satu faktor yang menyebabkan bangsa Indonesia tidak dapat mengolah kekayaan alamnya sendiri adalah karena rendahnya sumber daya manusia yang dimiliki oleh bangsa ini. Sumber daya manusia yang rendah? Ya, sumber daya manusia yang rendah merupakan salah satu faktor utama yang dari dulu sampai sekarang masih menjadi permasalahan yang seharusnya bisa diatasi dan diselesaikan oleh Pemerintah Indonesia. Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh UNESCO (2000) tentang peringkat Indeks Pengembangan Manusia (Human Development Index), yaitu komposisi dari peringkat pencapaian pendidikan, kesehatan, dan penghasilan per kepala yang menunjukkan, bahwa indeks pengembangan manusia Indonesia makin menurun. Di antara 174 negara di dunia, Indonesia menempati urutan ke 102 (1996), ke-99 (1997), ke-105 (1998), dan ke-109 (1999). Jika hal ini terus terjadi, maka berbagai permasalahan kesejahteraan di Indonesia tidak akan pernah tertangani dengan baik.
Lantas yang menjadi pertanyaan selanjutnya adalah, mengapa sumber daya manusia masih rendah? Adakah faktor yang menyebabkan hal itu terjadi? Ya benar, salah satu penyebab dari rendahnya nilai sumber daya manusia yang rendah adalah karena masih buruknya kualitas pendidikan di Indonesia. Karena faktor inilah yang mengakibatkan sumber daya manusia di Indonesia menjadi sangat rendah jika dibandingkan dengan negara lainnya. Berbagai permasalahan tentang pendidikan di negeri ini seakan tidak ada habisnya. Permasalahan ini menjadi polemik tersendiri bagi bangsa Indonesia. Bukannya semakin membaik, justru masalah itu semakin ke sini semakin memprihatinkan. Polemik pendidikan bangsa Indonesia ini disebabkan banyak hal. Di antaranya adalah karena masih banyaknya sarana sekolah yang kurang bahkan tidak layak, kualitas guru yang sangat rendah, merebaknya kecurangan yang dilakukan oleh para perangkat sekolah, mahalnya pendidikan sampai masyarakat miskin tak sanggup menjangkaunya, kurikulum yang masih bergonta-ganti, dan masih banyak lagi permasalahan yang terjadi dalam pendidikan kita.
Apa yang dapat kita lakukan sebagai rakyat Indonesia jika mengetahui masalah seperti itu? Memang, permasalahan pendidikan yang terjadi Indonesia sangat terasa saat kita mengampu pendidikan dari dulu hingga sekarang. Berbagai permasalahan-permasalahan dalam pendidikan seakan menjadi makanan sehari-hari, karena begitu kompleksnya permasalahan ini. Sehingga hampir setiap orang pernah mengalami permasalahan ini selama mereka  mengampu pendidikan. Polemik klasik pendidikan di bangsa ini adalah siapa yang mampu membayar sekolah, maka itulah yang dapat memperoleh pendidikan. Pernyataan ini seakan sudah terbiasa terjadi di setiap lingkungan pendidikan di Indonesia. Jika seperti itu terus terjdi, bagaimana dengan mereka yang miskin? Mereka yang tidak punya uang? Akankah niat tulus mereka untuk dapat memperoleh pendidikan yang layak terhalang hanya karena masalah biaya? Hal ini menjadi ironi tersendiri bagi wajah pendidikan bangsa Indonesia.
Bukankah pemerintah telah menggelontarkan program BOS (Biaya Operasional Sekolah)? Tidak cukupkah itu untuk membantu mereka yang miskin untuk bisa sekolah? Memang, pemerintah telah berusaha keras menangani masalah klasik itu dengan memberikan sekolah ‘gratis’ untuk para rakyat miskin bangsa ini yang jumlahnya banyak ini. Akan tetapi, program ini menjadi sia-sia karena pada prakteknya tetap saja ada sekolah yang mengharuskan siswanya untuk membayar biaya sekolah. Sekolah yang seharusnya gratis, menjadi tidak gratis karena orang tua siswa tetap harus membayar biaya sekolah dengan berbagai alasan. Mulai untuk memperbaiki sekolah, pengadaaan buku-buku bacaan, pengadaan fasilitas komputer, dan lain sebagainya. Jika seperti ini, masih ada keadilankah di negeri ini? Apakah adil jika satu sekolah benar-benar gratis, karena sarana dan prasana sekolah telah terpenuhi, dibandingkan dengan satu sekolah lain yang harus membayar iuran setiap bulan karena sarana dan prasana sekolah tersebut kurang layak. Ini menunjukkan kalau pemerataan layanan perbaikan di Indonesia masih sangat kurang. Ini juga menjadi masalah sendiri dalam pendidikan kita. Selain contoh itu, sebenarnya masih banyak lagi contoh-contoh permasalahan dalam pendidikan yang menjadi polemik di bangsa ini. Cukup kompleks memang masalah pendidikan yang dihadapi oleh bangsa Indonesia ini.
Sikap kita terhadap polemik ini haruslah konstruktif. Jangan sampai justru semakin menjadi destruktif, dalam upaya perbaikan permasalahan pendidikan bangsa ini. Sangat menyedihkan memang, jika kita melihat wajah pendidikan bangsa kita ini. Mengapa negara kita bisa tertinggal dengan negara yang lain, dimana kita seharusnya  bisa sangat unggul karena berbagai sumber daya yang kita miliki. Setiap orang merasa geram dengan berbagai permasalahan yang terjadi di dunia pendidian Indonesia. Ada yang melampiaskannya dengan cara berdemo, serta ada juga yang menyikapi dengan melakukan berbagai aksi sosial.
Banyak pihak telah melakukan berbagai upaya, agar polemik ini bisa cepat terselesaikan. Pemerintah juga telah berusaha keras agar berbagai permasalahan pendidikan bangsa ini bisa tertangani. Namun, usaha pemerintah serta berbagai pihak ini belum begitu efektif jika melihat kondisi pendidikan bangsa Indonesia sampai saat ini. Akan tetapi, kita patut mengapresiasi berbagai usaha yang dilakukan oleh pemerintah ini. Pemerintah setidaknya sudah peka terhadap masalah ini. Diharapkan pula pemerintah memberikan solusi-solusi yang semakin realistis dalam menyelesaikan polemik yang terjadi dalam pendidikan bangsa Indonesia.
Selanjutnya, bagaimanakah konstribusi kita dalam upaya menbantu mengurangi polemik yang terjadi dalam pendidikan bangsa ini? Apakah kita cukup bersikap apatis saja? Bukankah kita juga pernah menjadi korban dalam polemik ini? Sepatutnya kita sebagai warga negara Indonesia berperan aktif dalam permasalahan ini. Kita dapat menjadi pionir dalam perbaikan pendidikan bangsa ini. Baik itu dalam bentuk aksi sosial dengan pendirian rumah belajar bagi mereka yang ingin sekali bersekolah tetapi terhalang dana, yang selanjutnya dapat berpartisipasi dalam membantu menghasilkan sumber  daya manusia Indonesia yang mampu bersaing secara global, sehingga bangsa ini menjadi tuan rumah dalam mengolah kekayaan alam bangsa ini. Serta yang paling utama adalah kita sebagai masyarakat Indonesia selalu mendukung dan berkontribusi dalam berbagai program-program pemerintah yang bertujuan untuk perbaikan pendidikan bangsa Indonesia, sebagai upaya penyelesaian polemik yang terjadi dalam pendidikan bangsa Indonesia.

Irwan Suswandi
Jawa 2011
Peserta UI – Student Development Program 2012

Senin, 07 Mei 2012

TAP : Strategi Alternatif untuk Mengurangi Ledakan Penduduk di Indonesia



          Berdasarkan data yang dikeluarkan PBB tentang populasi penduduk dunia pada tahun 2009, Indonesia menempati peringkat keempat sebagai negara dengan populasi penduduk terbesar di dunia. Hal yang mencengangkan juga dapat dilihat dari Sensus Penduduk BKBN (Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana) pada tahun 2010 yang melangsir total penduduk Indonesia yang mencapai 237.641.326 jiwa. Jika melihat data ini, maka pertanyaan yang muncul adalah sudah berhasilkah Program Keluarga Berencan (KB) itu? Mungkin setiap orang memiliki jawaban yang berbeda-beda atas pertanyaan itu. Tetapi tak dapat disangkal bahwa program ini tidak begitu berhasil dalam menangani ledakan penduduk. Karena Program KB ini tidak berhasil menekan kenaikan penduduk. Kalau Program Keluarga Berencana ini telah gagal dalam mengatasi ledakan penduduk di Indonesia, lantas kira-kira adakah program atau strategi lain yang lebih efektif yang dapat digunakan untuk mengatasi masalah ledakan penduduk ini? Sebaiknya kita bercermin dari kasus yang terjadi di Gunung Kidul. Di daerah ini, hanya dari bulan Januari-Juni tahun ini saja, KUA Gunung Kidul telah mengesahkan 130 pasangan usia dini. Dimana hampir semua pasangannya berusia di bawah 19 tahun. Jumlah ini meningkat 100% dari tahun sebelumnya yang totalnya mencapai 120 pasangan selama setahun1. Lantas apakah yang menyebabkan para pasangan ini mau menikah dalam usia yang sangat muda? Dan apakah yang menjadi faktor pendorong mereka untuk menikah? Jawabannya sangat mengejutkan. Karena semua pasangan perempuannya telah hamil di luar nikah. Sungguh sangat ironis mengetahui kasus seperti ini. Terus, apakah ini murni kesalahan mereka? Tentu saja tidak. Mereka hanya korban kesenangan nafsu sesaat saja. Lantas pertanyaannya, mampukah Program KB bisa mengatasi masalah seperti ini? Tentu saja tidak. Karena mereka hamil di luar nikah dan pastinya mereka telah melakukan hubungan seksual di luar nikah. Dan mereka tak memperdulikan apa itu KB. Pertanyaan yang muncul kemudian, apakah yang menyebabkan mereka nekat melakukan hal seperti itu? Jawabannya mungkin bervariasi. Tetapi yang jelas, ada sesuatu yang mendorong mereka untuk nekat melakukan tindakan free sex ini. Mereka mempraktekkan perilaku yang telah mereka nonton.
             Lantas, bagaimana agar kasus ini bisa ditanggulangi? Mungkin jika dihilangkan secara total, hal ini mustahil. Tetapi setidaknya hal ini bisa ditekan secara maksimal. Salah satu cara yang efektif adalah dengan melakukan tindakan promotif dan preventif. Salah satunya dengan pembentukan TAP (Tim Anti Pornografi). Dimana TAP ini terdiri dari ahli-ahli IT, anggota kepolisian serta pemerintah. Unsur-unsur TAP ini harus bisa bekerja sama. Karena tim ini tidak akan berhasil jika tidak adanya kerjasama diantara ketiga unsur ini. TAP melakukan strategi-strategi untuk bisa mengurangi akses masyarakat untuk melihat atau menonton pornografi yang dapat meningkatkan keinginan seksnya. Tiga media yang sering digunakan oleh masyarakat untuk mengakses pornografi, yaitu situs internet, kaset VCD dan DVD serta majalah/tabloid. Sehingga, tugas utama dari TAP ini adalah berusaha agar ketiga media ini sulit untuk diakses oleh masyarakat.
          Berdasarkan survei yang dilakukan oleh lembaga survei internasional tentang jumlah pengunjung situs porno pada tahun 2010, menempatkan Indonesia pada posisi keempat sebagai negara dengan jumlah pengunjung situs porno terbesar di dunia. Sungguh sangat miris jika melihat kenyataan ini. Selain itu, majalah online Good Magazine mengeluarkan data tentang jumlah situs porno yang mencapai 327 juta. Dimana lebih dari satu juta situs porno itu adalah buatan Indonesia. Serta Kantor Berita Antara melaporkan bahwa 90% tindak pidana perkosaan yang terjadi di Indonesia disebabkan oleh pornografi. Untuk mengatasi masalah ini, TAP yang terdiri dari tim ahli IT, menciptakan sebuah software, seperti software Green Dam Youth Escort, Netnanny, K9 Web Protection, Safety, dan lain-lain yang dibuat oleh negara-negara pengekang pornografi. Software ini bertujuan untuk memfilter situs-situs yang dianggap porno dan semi porno. Situs porno adalah situs yang secara jelas menyediakan konten-konten berupa video dan gambar porno. Sedangkan situs semi porno adalah situs menyediakan konten-konten berupa video tarian erotis, adegan-adegan vulgar maupun artikel-artikel berbau porno yang dapat merangsang libido.
          Mari kita renungkan kasus tragis berikut. Seorang ayah tega memperkosa puterinya sendiri. Tindakannya itu telah berlangsung selama 4 tahun dan telah menghasilkan dua bayi, yang salah satunya meninggal karena keguguran. Kelakuan bejat seorang ayah ini dilakukan setelah ia menonton VCD porno2. Agar tidak ada kasus serupa, harus tindakan tegas dan nyata, yaitu dengan menghentikan produksi dan peredaran kaset-kaset porno. Untuk bisa menyetop peredaran kaset-kaset ini, TAP yang terdiri dari anggota kepolisian harus tegas dalam menindak para produsen dan penjual kaset porno. Jumlah anggota polisi di Indonesia sangat banyak. Dan hampir di setiap kecamatan ada satuan kepolisian. Anggota polisi ini bisa saja membentuk tim-tim kecil untuk menelusuri setiap desa mengenai keberadaan produsen, penjual dan konsumen kaset porno. Anggota polisi ini bisa menyamar sebagai calon distributor untuk menelusuri produsen kaset porno. Anggota polisi ini bisa juga menyamar sebagai pembeli untuk menelusuri penjual kaset porno dan anggota polisi ini juga bisa melakukan penggeledahan rutin di sekolah-sekolah dan rumah-rumah agar peredaran kaset porno di kalangan masyarakat, terutama remaja bisa terkontrol.
          Majalah Tempo Edisi 20-26 Maret 2006 menyebutkan ada 16 majalah dan tabloid produksi dalam negeri yang memuat konten-konten porno dan semi porno. Belum lagi tabloid atau majalah buatan luar negeri. Untuk bisa menghentikan aliran majalah ini, pemerintah harus tegas terhadap para penerbit majalah porno. Tegas disini, pemerintah harus bisa mengambil tindakan dengan melakukan penyegelan terhadap para penerbit majalah yang terbukti menerbitkan majalah porno. Dan dibantu anggota polisi melakukan penggeledahan di sekolah-sekolah maupun masyarakat untuk menyita majalah dan tabloid porno ini.
         Itu adalah peran-peran dari TAP. Dan TAP ini bisa menjadi salah satu strategi yang dapat dilakukan oleh pemerintah untuk mengurangi ledakan penduduk. Mungkin akan muncul pertanyaan dengan TAP ini. Adakah hubungan antara TAP dengan ledakan penduduk? Tentu saja ini sangat berhubungan. Berdasarkan data dari BKKBN tahun 2010, setiap jamnya ada 405 bayi lahir. Dan pada tahun yang sama, ada 2,4 juta kasus aborsi karena free sex. Belum lagi, jumlah bayi yang lahir karena free sex. Bayangkan jika perilaku ini tidak segera ditangani. Akan ada berapa banyak bayi yang lahir, yang tentunya akan menambah populasi penduduk di Indonesia. Untuk itu, diperlukan tindakan promotif dan preventif seperti pembentukan TAP, agar perilaku free sex yang dapat berdampak bertambahnya populasi penduduk ini bisa dikurangi.

Irwan Suswandi
Peserta UI – Student Development Program 2012


Sabtu, 05 Mei 2012

Realistiskah Kebijakan Penerbitan Makalah di Jurnal Ilmiah oleh Calon Sarjana Program S1?



Surat Nomor 152/E/T/2012 yang dikeluarkan oleh Dirjen Dikti, membuat pro dan kontra dari berbagai pihak. Bagaimana tidak? Surat Edaran Direktorat Perguruan Tinggi tersebut berisi sebuah kebijakan yang membuat para civitas akademika mengerutkan dahi mereka. Surat yang dikeluarkan pada tanggal 27 Januari 2012 itu merupakan sebuah surat kebijakan yang cukup tidak realistis. Dalam SE (Surat Edaran) tersebut, setiap mahasiswa yang akan lulus S1/S2/S3 harus membuat sebuah makalah ilmiah. Tidak hanya itu, apabila mahasiswa menginginkan gelar kelulusan, makalah ilmiah yang mereka buat harus dapat dimuat dalam sebuah Jurnal Ilmiah. Sungguh tidak realistis! Mengapa? Karena menurut kami, hal tersebut hanyalah sebuah kebijakan tanpa pemikiran. Kebijakan tanpa pemikiran disini maksudnya, memang kebijakan ini bagus dan merupakan suatu terobosan yang maju untuk keadaan perguruan tinggi saat ini. Akan tetapi, apakah mungkin kebijakan ini dapat dilaksanakan dengan baik? Apalagi dalam SE itu disebutkan pula  bahwa peraturan tentang kewajiban mahasiswa membuat makalah ilmiah yang termuat di jurnal ilmiah efektif dimulai pada bulan Agustus tahun ini juga.
Padahal hingga Oktober 2009 saja, menurut Indonesian Scientific Journal Database, terdapat sekitar 2.100 journal yang berkategori ilmiah yang masih aktif. Dari jumlah itupun hanya sekitar 406 jurnal yang telah terakreditasi. Sedangkan data terbaru yang dikeluarkan oleh Pusat Dokumentasi dan Informasi Ilmiah Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (PDII LIPI) pada tahun 2012 ini menyebutkan bahwa di Indonesia, jumlah jurnal ilmiah (cetak) hanya sekitar 7.000 buah. Dari jumlah tersebut, hanya 4.000 jurnal yang masih aktif menerbitkan jurnal ilmiah secara rutin, bahkan sedikitnya hanya 300 jurnal ilmiah nasional yang telah mendapat akreditasi dari LIPI. Mari kita bandingkan dengan jumlah mahasiwa yang lulus per tahun sendiri. Di Indonesia terdapat 3.000 perguruan tinggi serta ada sekitar 750.000 calon sarjana setiap tahunnya (http://pdpt.dikti.go.id/).
 Ini berarti bahwa ada sekitar 750.000 makalah yang akan dimuat per tahunnya. Jumlah ini apakah akan sesuai dengan jumlah jurnal di Indonesia? Meskipun iya, makalah yang dibuat mahasiswa akan dimuat oleh jurnal-jurnal ilmiah tersebut, akan tetapi apakah berarti jurnal-jurnal itu hanya sekedar memuat makalah itu? Memuat makalah-makalah yang ‘kurang’ ilmiah. Hanya sekedar syarat agar mahasiswa tersebut bisa lulus? Sungguh permasalahan yang pelik. Seharusnya,  pemerintah pada umumnya, serta Dikti pada khususnya,  benar-benar mempersiapkan diri terlebih dahulu apa saja yang dibutuhkan agar bisa menunjang kebijakannya tersebut. Dikti harus melakukan perbaikan-perbaikan di jurnalnya terlebih dahulu. Baru setelah semua hal yang menunjang itu telah siap, Dikti mengeluarkan kebijakan tersebut.
            Bukan hanya masalah kesiapan jurnal dalam memuat karya ilmiah yang dibuat calon sarjana saja yang menjadi polemik. Akan tetapi tulisan yang ada di Surat Edaran itu juga yang menjadi pro-kontra. Dalam SE tersebut, Dikti menuliskan bahwa “...Pada saat sekarang ini jumlah karya ilmiah dari Perguruan Tinggi Indonesia secara total masih rendah jika dibandingan dengan Malaysia, hanya sekitar sepertujuh. Hal ini menjadi tantangan kita bersama untuk meningkatkannya.” Apakah etis hal semacam ini terdapat dalam sebuah Surat Edaran? Menurut kami sangatlah tidak etis. Mengapa? Karena hal ini justru menjadi sesuatu yang memalukan bagi Dikti sendiri. Mengapa kita harus membandingkannya dengan negara tetangga kita, Malaysia? Mereka pantas saja mempunyai keunggulan dalam menerbitkan makalah-makalah ilmiah. Karena Pemerintah Malaysia sangat memperdulikan kebijakan semacam ini. Meskipun sebenarnya, Malaysia tidak mewajibkan mahasiswanya untuk membuat makalah ilmiah. Akan tetapi para dosenlah yang membuat makalah ilmiah tersebut dengan mengambil data riset dari mahasiswanya.
Kita sepatutnya memberikan apresiasi yang luar biasa kepada Pemerintah Malaysia. Hal tersebut dikarenakan banyaknya makalah ilmiah yang dibuat oleh perguruan-perguruan tinggi  tidak terlepas dari campur tangan pemeritah. Pemerintah Malaysia memberikan tunjangan-tunjangan yang bertujuan untuk mendongkrak tingkat penerbitan makalah internasional. Tunjangan-tunjangan itu seperti peningkatan anggaran pendidikan tinggi, insentif untuk penelitian, perekrutan dosen-dosen asing, insentif untuk penulisan di jurnal internsional, pemberian dana insentif yang besarnya disesuaikan dengan nilai faktor jurnal tersebut[1]. Sehingga di Malaysia, tanpa kewajiban untuk membuat makalah ilmiah bagi mahasiswa pun, mereka telah berhasil mendongkrak peningkatan makalah ilmiah mereka karena tunjangan-tunjangan dari pemerintah tersebut.
Pada dasarnya, kebijakan pembuatan makalah ilmiah bagi mahaiswa calon S1 memang baik dan patut kita berikan apresiasi. Hal tersebut juga memiliki sisi manfaat yang cukup besar. Terutama untuk peningkatan kualitas perguruan tinggi serta peningkatan kualitas para lulusan sarjana. Akan tetapi, perlu diingat bahwa kebijakan ini harus benar-benar dimatangkan agar tidak hanya sekedar peraturan. Kebijakan dari Dikti ini akan berhasil, jika semua elemen-elemen pendukung kebijakan ini telah siap serta mampu mengantisipasinya.
Kami sebagai mahasiswa S1, sangat mendukung kebijakan dari Direktorat Jenderal Perguruan Tinggi tersebut. Akan tetapi, kami tidak setuju dengan waktu dari pelaksanan kebijakan ini. Kami memberikan saran atau mungkin solusi kepada pemerintah, agar kebijakan ini bisa berjalan dengan baik dan sesuai dengan apa yang diharapkan. Yaitu dengan cara menunda pelaksanaan kebijakan tersebut. Adapun alasan mengapa perlu dilaksanakan pemunduran pelaksanaan adalah karena belum adanya kesiapan dalam berbagai hal, terutama kesiapan jurnal-jurnal ilmiah yang akan memuat makalah-makalah ilmiah dari para calon sarjana. Jurnal-jurnal ilmiah perlu mendapatkan perhatian yang lebih dari pemerintah. Apabila jurnal-jurnal tersebut telah siap dan telah mampu memuat makalah-makalah yang dibuat oleh para calon sarjana, barulah Dikti kembali menyodorkan kebijakan ini kepada perguruan-perguruan tinggi di Indonesia. Dikti dalam menyodorkan kebijakan ini juga harus disertai dengan sesuatu yang mengikat, seperti dibuatnya hukum-hukum dasar dalam pelaksanaan kebijakan tersebut. Hal ini bertujuan agar kebijakan ini semakin jelas dalam pelaksanaannya.

Rabu, 02 Mei 2012

Nasionalisme Bagi Gue



Nasionalisme? Apa itu? Adakah sesuatu yang penting dari sebuah kata Nasionalisme? Haruskah kita mempunyai rasa itu? Kita sering mendengar pertanyaan-pertanyaan seperti itu dalam kehidupan kita. Banyak orang yang salah penafsiran tentang Nasionalisme. Ada yang mengatakan bahwa Nasionalisme itu adalah rasa kecintaan, kebanggaan, kepahlawanan, semangat patriotisme, bahkan dan ada juga yang mengatakan bahwa Nasionalisme itu hanya dimiliki oleh para pahlawanan yang berjuang meraih kemerdekaan pada masa lalu. Cukup kompleks memang jika kita menanyakan tentang pengertian Nasionalisme. Setiap orang memiliki batasan-batasan tersendiri tentang Nasionalisme. Begitu pula dengan diri gue. Nasionalisme bagi gue mungkin berbeda dengan Nasionalisme bagi orang lain. Tapi wajarlah, memang tak ada batasan tentang Nasionalisme. 
Secara pribadi, Nasionalisme bagi gue adalah suatu rasa memiliki dan rasa kebersamaan. Apa yang dimaksud dengan rasa memiliki dan rasa kebersamaan? Ya, rasa memiliki dan kebersamaan itu bahwa meskipun kita lebih suka dengan lagu-lagu barat, lebih menyukai produk-produk luar negeri, lebih suka berwisata ke luar negeri, tetapi jika orang itu mempunyai rasa memiliki, dan rasa kebersamaan tentang negaranya, orang itu tentulah masih dapat dikatakan memiliki rasa Nasionalisme. Kenapa? Bukankah Nasionalisme itu berarti harus bangga dengan negeri sendiri? Sehingga orang yang suka dengan hal-hal yang berbau luar negeri pastilah tidak memiliki rasa Nasionalisme. Oh, belum tentu juga. Dapatkah rasa Nasionalisme itu diukur dari hal-hal seperti itu? 
Bagaimana dengan  contoh berikut. Contoh ini merupakan contoh yang sangat sederhana tentang Nasionalisme. Ketika ada seorang atlet kita menjuarai suatu turnamen internasional. Kemudian bendera merah putih kita dikibarkan di ujung tertinggi. Secara otomatis kita ikut merasa terharu dan menangis, bukan? Bagaimana dengan hal itu? Meskipun orang tersebut lebih suka dengan produk-produk luar negeri, akan tetapi jika ia menyaksikan peristiwa seperi itu dan ikut terharu, apakah dia tidak memiliki rasa Nasionalisme? Menurut gue itu salah. Menurut gue itu merupakan salah satu bukti yang menunjukkan bahwa orang tersebut memiliki rasa Nasionalisme. Karena mereka menyadari bahwa mereka memiliki Indonesia dan merasa bahwa kita itu sama.  Sama-sama memiliki Indonesia, dan sama-sama berasal dari Indonesia. Meskipun ada juga dari mereka yang terpisah jauh dari bumi pertiwi, tetapi mereka tetap mempunyai rasa kemilikan dan kebersamaan tentang Indonesia, tentang Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sehingga tak perlulah kita mengumbar-umbar mengenai rasa Nasionalisme itu. Karena Nasionalisme tidak dapat dilihat secara langsung dari setiap orang. Tetapi rasa Nasionalisme muncul begitu saja dari hati dan ditunjukkan melalui tindakan kita. Oleh sebab itu, tak etis pula kita menyebut seseorang tidak memiliki rasa Nasionalisme, dengan seenaknya.

Tentu saja, Nasionalisme pada zaman sekarang sangat berbeda dengan Nasionalisme pada zaman dulu. Perbedaannya adalah  bagaimana diri kita mengalokasikan rasa Nasionalisme itu dalam menghadapi perbeedaan zaman. Pada zaman sekarang, Nasionalisme mempunyai tantangan yang sangat sulit dan tak terduga. Meskipun kita tidak harus lagi memegang senjata, dan berkorban darah agar Indonesia merdeka, tetapi penjajahan yang tak terlihat seperti pada saat inilah yang justru terasa lebih sulit. Oleh karena itu, yang terpenting adalah bagaimana individu itu sendiri bisa mempertahankan dan mengalokasikan rasa Nasionalisme itu. Mengalokasi untuk kegiatan-kegiatan yang bermanfaat untuk bangsa dan negara. Sehingga menurut gue, yang menjadi masalah adalah bukan tentang, apakah kita mempunyai rasa Nasionalisme? Tetapi yang benar adalah, bagaimana kita bisa mempertahankan bahkan meningkatkan rasa Nasionalisme itu? Mengapa bisa seperti itu? Karena menurut gue, setiap warga negara, dimana pun dia berada, apapun kewarganegaraannya, dia pasti memiliki rasa Nasionalisme. Kemudian yang membedakan adalah berapa besar kadar rasa Nasionalisme yang dimiliki oleh warga negara tersebut. 


Irwan Suswandi FIB
Peserta UI - Student Development Program 2012

Military Camp UI - Student Development Program 2012



Ingat terus saat itu sobat, saat kita selalu bersama di tengah dinginnya bumi Cikoneng... 

Pertama kali saya mendengar kata Military Camp, saya cukup takut. Karena di pikiran saya pasti akan penempaan-penempaan fisik yang kurang saya suka. Tapi saya mencoba untuk bisa melawan ketakutan itu. Karena menurut saya, hal seperti itu harus diberikan kepada setiap individu yang ingin menjadi ‘pemimpin’ bangsa. Kecerdasan intelektual saja tidak cukup, tetapi juga harus diimbangi dengan kekuatan fisik. 27 Mei 2012 datang juga. Hari Jumat, para peserta UISDP 2012 termasuk saya harus sampai pukul 13.40 WIB tepat waktu, apapun kondisinya. Sehingga saya dan teman yang lain, mau tidak mau harus berlari, meskipun dengan membawa beban yang cukup berat agar tidak sampai dengan membawa beban yang cukup berat agar tidak sampai terlambat. 
Syukur Alhamdulillah, saya dapat sampai pukul 13.39.  Itu artinya saya tidak dapat punishment, bagiyang terlambat. Kami dibawa dengan bis kuning (bikun) menuju lokasi Military Camp. Saya masih tak punya gambaran tentang lokasi yang akan kami tempati selama Military Camp ini. Dalam canda dan tawa, kami berusaha agar tak perlu memikirkan tentang apa yang akan ada di Military Camp. 
Empat jam perjalanan telah kami lalui demi sampai di Cikoneng. Lelah, pastilah. Akan tetapi seorang pemimpin tak kenal akan arti lelah. Bikun yang membawa kami berhenti di suatu lokasi. Kami harus turun dan berjalan kaki, karena bis kami tak mampu melewati terjal dan sempitnya jalan di bumi Ciburial. Perjalanan kami dimulai. Dengan membawa beban yang kami bawa dari Depok, kami berusaha naik menuju barak kami yang berada cukup jauh dari lokasi bis yang berhenti. Lelah, lunglai, lemas, letih, lesu, semua terkumpul menjadi semangat kami bahwa kami bisa. 
Sampai di Cikoneng, saya pribadi cukup bingung. Karena dalam pikiran saya, kita akan dibawa ke lokasi yang serba militer. Akan tetapi, kita justru dibawa ke suatu perkampungan yang cukup terisolir dari keramaian. Saya justru senang tentunya, bisa berkemah dalam suasana yang dingin dan melatih kita untuk merasakan kemandirian di lokasi itu.
Selama 3 hari 2 malam, saya dan sahabat UISDP yang lain dilatih fisik dan mentalnya di bumi Ciburial, Cikoneng, Bogor. Kita disuruh Push up, PBB, lari dan sebagainya. Disana pula kita dituntut untuk semakin resperct to time, to system, and people. Ditambah dengan outbond dan ditutup dengan perang gerilya, menambah keyakinan saya bahwa Military Camp ini adalah hal yang tak akan pernah saya lupakan dalam sejarah hidup saya. Dan akan saya jadikan Military Camp ini sebagai bekal untuk saya menjadi seorang pemimpin.

Selasa, 01 Mei 2012

INDONESIA-KU


Yang PERLU kamu tahu tentang INDONESIA. Berikut adalah sedikit tentang TITTLE yang disandang oleh INDONESIA yang saya tahu:
1. Pantai Kuta adalah pantai terindah didunia
2.  3 tahun berturut-turut oleh majalah ternamaan Amerika, Pulau Bali adalah tempat wisata terbaik didunia.
3.  Spa di Bali adalah spa terbaik didunia
4.  Candi Borobudur adalah Candi Budha terbesar didunia
5.  Gunung Merapi adalah gunung berapi teraktif didunia
6.  Letusan Gunung Krakatau adalah letusan terdahsyat sepanjang masa
7.  Komodo adalah satu-satunya sisa hewan purba yang hanya ada di Pulau Komodo, NTT, Indonesia
8.  Taman Laut Bunaken adalah Taman Laut terindah didunia
9.  Rajaampat adalah tempat diving terbaik didunia
10.  Wakatobi adalah salah satu tempat penyelaman terbaik didunia
11.  Sekolah Internasional satu-satunya tentang biota laut ada di Wakatobi
12.  Ekspor migas dan nonmigas Indonesia selalu masuk 10 besar dunia
13.  Sumber tenaga panas bumi Indonesia adalah terbesar didunia
14.  Indonesia adalah negara dengan perairan terbesar didunia
15.  Pulau Sumatera, Kalimantan dan Papua masuk dalam 10 pulau terluas didunia
16.  Masjid Kubah Emas Al-Dian Depok adalah salah satu masjid dengan kubah emas terindah didunia
17. Jembatan Suramadu adalah jembatan terpanjang di Asia Tenggara
18. Pulau Jawa dan Pulau Samosir masuk dalam 10 pulau terunik didunia
19. Pulau Jawa adalah Pulau Terpadat didunia
20. Pemakaman di Tana Toraja adalah salah satu pemakaman terangker didunia 
21. Lagu Nasional ”Indonesia Raya” adalah salah satu lagu nasional tersulit didunia
22. Seni Tato Mentawai adalah seni tato tertua didunia
23. Indonesia adalah negara dengan jumlah penduduk Islam terbesar didunia
24. Indonesia menjadi tempat pencantuman produk halal dunia
25. Indonesia mempunyai sistem pertanian terasering yang terkenal didunia
26. Indonesia tempat pertama kali berlangsungnya Asian Beach Games dan Asian Idol
27. Indonesia menjadi tuan rumah Asian Games IV
28. Indonesia pengekspor Emas terbesar ketiga setelah Afrika Selatan dan Amerika.
29. Setiap tahun Indonesia adalah negara dengan jamaah haji terbesar didunia
30. Lautan Pasir Gunung Bromo adalah satu-satunya padang pasir yang ada di Asia Tenggara
31. Indonesia adalah negara dengan jumlah gempa bumi terbanyak didunia
32. Es di Puncak Jayawijaya adalah satu dari 10 puncak dengan esnya yang abadi serta termasuk dalam 7 Puncak Benua
33. Dasar laut perairan Komodo adalah dasar laut terbaik di dunia
35. Danau Kelimutu adalah salah satu dari sembilan keajaiban dunia serta satu-satunya danau didunia yang dapat berubah warna.
36. Candi Prambanan adalah Candi Hindu terbesar di Asia Tenggara
37. Danau Toba adalah danau yang berada di bekas kawah supervolcano terbesar di dunia.
38. Hingga tahun ini ada total 11 objek Indonesia dari sekitar total 890 objek dari seluruh dunia yang mendapatkan status World Heritage (warisan dunia) dari UNESCO, objek itu antara lain Taman Nasional Ujung Kulon, Taman Nasional Komodo, Taman Nasional Leuser, Hutan Hujan Tropis Sumatera, Candi Borobudur, Candi Prambanan, Situs Sangiran, Wayang, Keris, Batik, dan Angklung.
39. Indonesia masuk 5 besar sebagai negara terkorup didunia dan pertama di Asia
40. Indonesia adalah satu-satunya negara di Asia Pasifik yang memasang iklan tentang rokok
41. Indonesia peringkat 3 sebagai negara dengan pengkonsumsi rokok terbesar di dunia
44. Indonesia masuk 10 besar sebagai negara dengan pengunjung situs porno terbanyak didunia
45. Sungai Ciliwung adalah sungai terkotor didunia
46. Jakarta adalah kota terkotor ketiga didunia setelah Brasilia dan Bangkok
47. Indonesia masuk Guiness Book World of Record sebagai negara dengan pembalakan hutan terbesar didunia
48. Indonesia masuk 100 besar negara termiskin didunia
49. Jakarta masuk 10 besar kota termacet didunia