Bahasa Jawa Ngapak
A :
“Aja kaya kuwelah.. Kowen ora ngerti apa, atine nyong lara nemen.”
B : “
Iya, iya... Enyong ora bakal ngomong kaya kuwe maning.”
Jika
mendengar percakapan seperti di atas, apa yang ada dibenak kita? Ya, kita akan
langsung mengerti bahwa orang yang bercakap tersebut menggunakan bahasa Ngapak
atau bahasa Jawa Ngapak. Tetapi apa sebenarnya yang dimaksud dengan bahasa
Ngapak? Dan bagaimana sejarahnya, sehingga bahasa Jawa ini disebut sebagai
bahasa Jawa Ngapak?
“Bahasa
Jawa mempunyai 4 dialek dan 13 subdialek. Dialek-dialek itu adalah: Banyumas,
Pesisir Utara, Surakarta dan Jawa Timur. Adapun subdialek-subdialek itu
meliputi : Purwokerto, Kebumen, Pemalang, Banten Utara, Tegal, Semarang,
Rembang, Surakarta, Yogyakarta, Madiun, Surabaya dan Banyuwangi.” (Uhlenbeck,
1972:75)
Bahasa
Jawa mempunyai beberapa dialek seperti yang telah disebutkan dalam penelitin
Uhlenbeck di atas, yang bisa dibedakan dari ciri-ciri tertentu. Sepintas
perbedaan itu dapat dilihat dari ucapan dan kosakatanya. Namun, dua hal itu
belum mewakili ciri perbedaan secara keseluruhan sebelum dikaitkan dengan
pembicaraan struktur dialeknya. Salah satu dialek bahasa Jawa yang terkenal
adalah dialek bahasa Jawa Banyumasan. Dialek ini dikenal juga dengan bahasa
Ngapak. Bahasa Ngapak adalah salah satu dialek bahasa Jawa yang banyak
digunakan di daerah Cilacap, Kebumen, Banjarnegara, Purbalingga, Purwokerto,
Bumiayu, Slawi, Pemalang, Tegal, Brebes, dan sekitarnya. Bahasa ini memiliki
keunikan dan kekhasan dibandingkan dengan dialek bahasa Jawa yang lain. Keunikan
dan kekhasannya terletak pada logat bahasanya. Hal ini dikarenakan dialek
bahasa Jawa ini masih berhubungan erat dengan bahasa Jawa Kuna (Kawi). Dialek bahasa
Ngapak ini secara umum dianggap bahasa kasar serta dipertautkan dengan kelas
’’rendah’’, bahasa kaum proletar.
Adapun
tahap perkembangan dari dialek Banyumasan adalah sebagai berikut.
-
Abad ke-9 - 13 sebagai bagian dari bahasa Jawa kuno
-
Abad ke-13 - 16 berkembang menjadi bahasa Jawa abad pertengahan
-
Abad ke-16 - 20 berkembang menjadi bahasa Jawa baru
-
Abad ke-20 - sekarang, sebagai salah satu dialek bahasa Jawa modern.
Kata
‘ngapak’ sebenarnya tidak memiliki arti yang jelas. Diperkirakan istilah
‘ngapak’ berasal dari Banyumas, yaitu ‘ora ngapa-ngapa’ (tidak apa-apa).
Masyarakat Banyumas, serta masyarakat Pesisir Utara Jawa, jika mengucapkan
sebuah kata yang terbuka, akan terdengar bunyi glotal (?). Sehingga, orang
Banyumas jika mengatakan ‘ora ngapa-ngapa’ menjadi ‘ora ngapak-ngapak’. Karena
itulah banyak orang yang menyebut bahasa Banyumasan ini sebagai bahasa Ngapak.
Karena alasan itu juga, masyarakat Tegal yang juga dikenal oleh masyarakat luas
sebagai pengguna bahasa Ngapak, tidak mau disebut sebagai bahasa Ngapak. Hal
ini dikarenakan, dalam bahasa Tegal, tidak ada kosakata ‘ora gapa-ngapa’ untuk
menyebutkan ‘tidak apa-apa’. Melainkan orang Tegal untuk mengatakan ‘tidak
apa-apa’ dengan ‘ora papa’ atau ‘ora apa-apa’. Akan tetapi, banyak orang yang
tidak mengerti dengan alasan ini, sehingga orang mengkategorikan bahasa Tegal juga
sebagai bahasa Jawa Ngapak.
Akan tetapi, para pengguna bahasa
Ngapak ini merasa minder jika mereka berbicara dalam bahasa Ngapak. Karena jika
mereka berbicara dengan bahasa Ngapak dan didengar oleh orang lain, mereka akan
ditertawakan. Entah apa yang ditertawakan, tetapi banyak dari pengguna dari
bahasa Ngapak merasa minder dengan tertawaan itu. Sehingga mereka lebih suka
berbahasa Jawa standar bahkan berbahasa Indonesia. Jika hal ini terus terjadi,
maka keberadaan bahasa Ngapak ini sangat rentan dengan kepunahan, karena
berkurangnya para pengguna dari bahasa ini. Seharusnya, masyarakat luas jangan
terlalu melihat sebelah mata kepada para pengguna bahasa Ngapak. Karena
keberadaan bahasa ini merupakan salah satu kekayaan dari bangsa yang sepatutnya
kita jaga dan lestarikan.
Irwan Suswandi
Jawa 2011
Peserta UI – Student Development Program 2012
makasih buat infonya . ..
BalasHapusSama-sama.. Semoga bermanfaat.. :)
Hapus