Jelajah Kuliner Unik Nusantara

Kamis, 26 Juli 2012

Menilik Keberadaan Musik Gamelan Angklung di Desa Tanjung Benoa



Indonesia memang kaya akan budaya. Tak ada negara yang meragukan akan hal itu. Salah satu di antara kekayaan itu adalah kekayaan khasanah musik kita. Indonesia memiliki beragam jenis musik tradisional yang tersebar dari Sabang sampai Merauke. Setiap daerah itu memiliki keunikan tersendiri, baik itu dari segi alat musiknya, iramanya, fungsinya, dan sebagainya. Salah satu musik yang sangat dikenal oleh masyarakat Indonesia dari dulu sampai sekarang adalah Musik Gamelan. Gamelan merupakan seperangkat instrumen sebagai pernyataan musikal yang sering disebut dengan istilah karawitan. Gamelan ini memiliki sistem nada non-diatonis (titinada [laras] slendro dan pelog) yang garapan-garapannya menggunakan sistem notasi, warna suara, ritme, memiliki fungsi, pathet dan aturan penggarapan dalam bentuk sajian instrumentalia, vokalia dan campuran yang indah didengar (Purwadi & Widayat, 2006).
Mungkin masyarakat awan hanya mengenal Gamelan Jawa. Padahal, Gamelan juga terdapat di daerah Sunda dan Bali. Sama halnya di Jawa dan Sunda, dimana Gamelan ini tetap ada, di di Pulau Dewata pun, musik Gamelan tetap eksis dan lestari sampai sekarang. Bahkan menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan mancanegara yang datang ke pulau seribu dewa ini. Berbeda dengan Gamelan Jawa yang cenderung lembut dan halus, serta Gamelan Sunda yang sangat mendayu-dayu dan didominasi suara seruling, Gamelan Bali cenderung lebih rancak dan dinamis.
Gamelan Bali atau Gambelan Bali, atau juga dikenal dengan Karawitan Bali, dibedakan menjadi tiga jenis, berdasarkan zamannya. Ketiga jenis itu antara lain Gamelan Wayah, Gamelan Madya dan Gamelan Anyar. Gamelan Wayah atau Gamelan Tua diperkirakan telah ada sebelum abad XV. Umumnya didominasi oleh alat-alat berbentuk bilahan dan tidak mempergunakan kendang. Kalaupun mempergunakan kendang, dapat dipastikan tidak memiliki peranan yang menonjol. Gamelan Wayah ini terbagi atas Angklung, Balaganjur, Bebonangan, Caruk dan Gambang. Gamelan Madya dan Gamelan Anyar.
Gamelan Madya berasal dari sekitar abad XVI-XIX. Gamelan ini sudah memakai kendang dan instrumen-instrumen bermoncol (berpencon). Dalam Gamelan jenis ini, kendang sudah mulai memainkan peranan penting. Yang termasuk dalam Gamelan Madya adalah Batel Barong, Bebarongan, Gamelan Joged Pingitan, Gamelan Penggambuhan, Gong Gede, Pelegongan, Semar Pagulingan. Sedangkan Gamelan Anyar adalah gamelan golongan baru, yang meliputi jenis-jenis barungan gamelan yang muncul pada abad XX. Permainan kendang yang sangat menonjol menjadi ciri khas dari jenis Gamelan Anyar ini. Gamelan Anyar memiliki beberapa jenis, antara lain Gamelan Manikasanti, Gamelan Semaradana, Gamelan Bumbang, Gamelan Geguntangan, Gamelan Genta Pinara Pitu, Gamelan Gong Kebyar, Gamelan Janger dan Gamelan Joged Bumbung.
Dalam kesempatan ini, penulis ingin menjelajah Desa Tanjung Benoa yang berada di sebelah selatan Nusa Dua, tepatnya di Desa Adat  Pekraman Tanjung Benoa, Kecamatan Kuta Selatan, Kabupaten Badung, Provinsi Bali, yang tak hanya dikenal karena pantainya, juga terkenal akan musik Gamelan Angklungnya. Gamelan Angklung adalah jenis gamelan tua yang terdapat di Bali. Gamelan Angklung ini sempat sangat populer pada zaman dulu di hampir wilayah Bali. Jenis Gamelan ini memiliki fungsi utama sebagai pengiring upacara adat di Bali. Gamelan Angklung dipakai sebagai pengiring upacara Pitra Yadnya (Ngaben), sebuah upacara kematian untuk umat Hindu di Bali. Adapun Di sekitar kota Denpasar dan beberapa tempat lainnya, penguburan mayat warga Tionghoa seringkali diiringi dengan Gamelan Angklung, yang menggantikan fungsi gamelan Gong Gede yang dipakai untuk mengiringi upacara Dewa Yadnya (odalan) serta upacara-upacara keagamaan yang lainnya. Gamelan Angklung tersebut disebut juga sebagai Angklung Klasik. Sedangkan saat ini, Gamelan Angklung mengalami perkembangan dari segi penggunaannya. Selain Angklung Klasik untuk upacara Ngaben, juga terdapat Angklung Kebyar, yang berfungsi sebagai musik pengiring tari-tarian dan juga pagelaran drama di Bali. Meskipun begitu, dibandingkan dengan jenis musik gamelan yang lain, Gamelan Angklung dianggap sebagai musik gamelan yang sakral, karena masih digunakan sebagai pengiring upacara adat sampai saat ini.
  Gamelan Angklung memiliki laras Slendro yang dibentuk oleh instrumen berbilah dan pencon dari krawang, kadang-kadang ditambah angklung bambu kocok (yang berukuran kecil). Di wilayah Bali, penggunaan nada dalam Gamelan Angklung memiliki sedikit perbedaan. Di Bali Selatan gamelan ini hanya mempergunakan 4 nada sedangkan di Bali Utara mempergunakan 5 nada. Pada festival-festival Pura, keriangan melodi 4-nada gamelan angklung dimainkan dengan alunan kontras dan sakral dengan komposisi lelambatan yang seringkali terdengar dimainkan terus menerus.
Dalam Gamelan Angklung, terdapat nama-nama untuk setiap tabuhannya, seperti tabuh Asep Menyan, Capung Manjus, Capung Ngumbang, Dongkang Menek Biu, Guwak Maling Taluh, Sekar Jepun, Berong, Sekar Ulat, Glagah Katununan, Jaran Sirig, Kupu-kupu Tarum, Meong Magarong, Pipis Samas, Sekar Sandat, Cecek Magelut. Selain itu juga, Barungan Gamelan Angklung klentangan terdiri dari 3 pasang : Pemade, Tiga pasang kantil, Empat tungguh reong, Sepasang jegogan, Sebuah tungguh kempul, Sebuah kelenang, Sebuah tawa-tawa, Sebuah suling atau lebih, Sepangkon ricik, Sepancar genta orag dan sepasang kendang lanang,wadon berukuran kecil. Beberapa instrumen juga terkadang ditambahkan seperti jublag, kendang gupekan, kempur,kemong,dan gong.  Secara umum tungguhan gamelan angklung pada waktu lampau masih berbentuk lelengisan, dan hanya dipernis, tetapi dewasa ini kita lihat sudah diprada sebagaimana Gong Kebyar. Secara  fisik pada awalnya angklung menggunakan empat bilah nada, kemudian para senimannya pada perkembangannya menambahkan lagi beberapa bilah untuk mendukung kebutuhan komposisi lagu. Perubahan atas bertambahnya bilah nada dalam gamelan angklung adalah tidak terlepas dari factor terkena imbas dari pengaruh gender wayang dan dan factor kedua adalah karena ada difungsikan untuk mengiringi Joged Bumbung (Sudirga,Komang, 2004, 2).
Desa Adat Tanjung Benoa adalah salah satu wilayah di Bali yang sangat aktif melestarikan Gamelan Angklung ini. Hal ini dapat dilihat dari adanya sebuah organisasi tradisional yang memiliki tujuan sosial. Organisasi itu dikenal dengan nama Seeke Angklung Segara Putra. Sekee ini berada di lingkungan Desa Pekraman Tanjung Benoa, Nusa Dua, Kabupaten Badung.  Organisasi ini membantu secara sukarela kepada masyarakat yang membutuhkan iringan musik Gamelan Angklung untuk mengiringi upacara. Mereka secara sukarela membantu tanpa meminta pamrih. Sebenarnya, apabila ada yang ingin menyewa Gamelan Angklung, mereka harus membayar uang sewa. Tetapi melalui organisasi ini, mereka tidak membayar sama sekali untuk menyewa Gamelan Angklung ini.
Belakangan ini, Gamelan Angklung mengalami berbagai  perubahan. Tidak hanya berupa bentuk fisik instrumentasinya, tetapi juga terjadi perkembangan repertoar dan fungsi, di dalam konteks kehidupan sosial masyarakat di Bali. Hingga sampai saat, Gamelan Angklung telah diangkat untuk ajang sebuah kreativitas, yang dapat tampil sebagai Angklung Kebyar dan angklung dengan kreativitas seni modern.
Itulah Gamelan Angklung, yang eksistensi masih terjaga sampai saat ini, terutama di Desa Tanjung Benoa. Keeksistensiannya tak lepas dari perubahan-perubahan yang terjadi pada Gamelan Angklung ini. Tak hanya sebagai sebuah alat untuk mengiringi upacara keagamaan, yang mengiringi jenasah menuju alam baka, tetapi juga telah mengalami perubahan sebagai sarana pengiring tari-tarian dan pagelaran drama, yang kehadirannya menambah nilai keindahan tersendiri di setiap pementasannya. Tentu saja ini merupakan sebuah inovasi yang dilakukan oleh seniman-seniman Bali, untuk tetap menjaga dan melestarikan Gamelan Angklung, yang secara historis mengandung nilai sejarah yang sangat tinggi mengingat jenis gamelan Bali ini merupakan yang tertua dibandingkan dengan jenis-jenis gamelan Bali yang lain. Kegemaran masyarakat untuk memainkan Gamelan Angklung sampai saat ini, merupakan nilai tersendiri yang menjadi nilai tambah bagi keberhasilan para seniman Bali ini.
Semoga apa yang telah dilakukan oleh para seniman di Desa Tanjung Benoa dalam melestarikan Gamelan Angklung ini dapat ditiru dan menjadi teladan bagi seniman-seniman dari daerah lain, agar warisan luhur bangsa ini dapat tetap lestari dan digemari oleh masyarakat sejalan dengan perkembangan zaman yang sangat dinamis ini.


Irwan Suswandi
Sastra Daerah untuk Sastra Jawa 2011
Peserta UI – Student Development Program 2012

Sabtu, 16 Juni 2012

Rebo Wekasan, Ekonomi Kerakyatan Berbalut Budaya di Kabupaten Tegal


Tegal, tak hanya dikenal karena dialek bahasa Jawa, pantai dan kulinernya, tetapi kota dengan julukan Tegal Laka-Laka ini juga dikenal karena budayanya yang unik. Salah satunya yaitu tradisi budaya yang berkaitan dengan penyebaran agama Islam di Tegal. Masyarakat Tegal menyebut tradisi itu dengan “Rebo Wekasan”. Apa sebenarnya yang dimaksud dengan “Rebo Wekasan” ini? Bagaimana sejarah dari “Rebo Wekasan” itu? Serta apa yang unik dari tradisi ini?
            Rebo Wekasan atau Rebo Pungkasan adalah hari Rabu di minggu terakhir di bulan Safar (dalam bahasa Jawa: Sapar). Masyarakat Jawa percaya bahwa bencana dan mala petaka banyak terjadi pada hari itu. Sehingga mereka perlu melakukan upaya pencegahan agar bencana dan mala petaka ini tidak terjadi pada mereka. Maka pada hari itu masyarakat banyak yang melaksanakan shalat Rebo Wekasan, mandi di sungai, mengunjungi sanak saudara, bahkan membuat serangkaian acara selama seharian yang kemudian ditutup dengan pertunjukkan wayang, dan lain sebagainya.
Setiap daerah memiliki cara dan keunikan masing-masing dalam pada saat Rebo Wekasan ini. Tak terkecuali di Tegal, acara ini pun menjadi sebuah tradisi yang masih dilaksanakan sampai sekarang ini. Masyarakat Tegal banyak yang mempercayai kalau pada hari Rabu terakhir pada bulan Safar ini, akan banyak bencana dan mala petaka. Sehingga banyak dari mereka,  baik itu anak-anak sampai orang dewasa melakukan berbagai upaya untuk terhindar dari bencana dan mala petaka tersebut. Tradisi yang sampai saat ini masih dilaksanakan oleh masyarakat Tegal dalam menghadapi Rebo Wekasan, yaitu tradisi mencukur beberapa helai rambut dan tradisi membuat bubur merah dan putih, yang kemudian dibagikan ke tetangga mereka. Tak ada bukti tertulis mengenai tradisi ini. Kapan tradisi mulai dilaksanakan dan siapa yang memulainya belum ada yang mengetahui. Akan tetapi, tradisi ini seakan sudah menjalar dalam masyarakat dan seakan jika tidak dilaksanakan, bencana dan mala petaka akan datang menimpa mereka.
            Selain tradisi mencukur rambut dan juga membuat bubur, ada juga tradisi unik lain yang dilaksanakan di Tegal selama Rebo Wekasan. Tradisi itu dilaksanakan di dua kecamatan di Tegal, yaitu di Suradadi dan Lebaksiu. Meskipun pada dasarnya sama, yaitu untuk memperingati Rebo Wekasan, tetapi kegiatan yang dilaksanakan berbeda.
            Desa Suradadi, kecamatan Suradadi, kabupaten Tegal, terletak di jalur antara Tegal dan Pemalang, sekitar 17 kilometer timur kota Tegal. Di desa ini, tradisi dalam memperingati Rebo Wekasan dilaksanakan cukup unik. Masyarakat Suradadi pada khususnya, melaksanakan Haul pada saat Rebo Wekasan. Haul diadakan sebagai suatu momentum untuk mengenang kembali para ulama yang telah berjasa dalam menyebarkan agam Islam di daerah tersebut. Banyak pula yang mengatakan terutama di kalangan ulama, budaya Rebo Wekasan di desa Suradadi yang dilaksanakan dalam bentuk Haul adalah sebuah upaya dari para ulama setempat untuk menjadikan Rebo Wekasan lebih bermakna dan memiliki nilai yang lebih bermanfaat bagi masyarakat. Para ulama di desa Suradadi sangat prihatin dengan apa yang dilakukan oleh masyarakat dalam momentum Rebo Wekasan ini. Masyarakat banyak yang menyimpang dari agama berkenaan dengan peringatan Rebo Wekasan. Sehingga para ulama ber-ijtihad untuk mengubah itu, yaitu dengan diadakannya Haul.
            Haul di desa Suradadi dalam rangka Rebo Wekasan, telah dilaksanakan sejak tahun 1961, tepatnya pada tanggal 13 Agustus (27 Safar 1381 H). Biasanya dilaksanakan di pemakaman umum desa, tepatnya di sebelah selatan Masjid Jami Al-Kautsar atau sebelah selatan Pasar Suradadi. Pada saat Haul, masyarakat Suradadi dan sekitarnya akan berkumpul di pemakaman tersebut dan membacakan doa-doa untuk para ulama yang telah meninggal dunia yang tentunya ulama-ulama itu adalah tokoh-tokoh yang telah berjasa dalam penyebaran agama Islam. Setiap tahun, scara Haul tersebut selalu dipenuhi para pengunjung yang jumlahnya bisa mencapai lebih dari 20.000 pengunjung. Adapun yang mengikuti acara tersebut tidak hanya masyakarat Suradadi, tetapi juga oleh masyarakat kabupaten dan kota Tegal yang lain, bahkan banyak pula pengunjung yang berasal dari Pemalang, Brebes, Pekalongan, Batang, Purbalingga, dan Purwokerto. Sehingga tak heran, pada saat pelaksanaanya, jalur Pantura tepatnya di jalan Pasar Suradadi, jalan akan sangat macet, yang disebabkan membludaknya pengunjung yang mengikuti Haul tersebut. Sehingga tidak bisa dipungikiri bahwa tradisi Haul tersebut merupakan media efektif untuk persatuan umat, dakwah Islam, dan tentunya memobilisasi perekonamian umat di Suradadi.
            Selain Haul, hal yang unik dalam peringatan Rebo Wekasan di Suradadi adalah adanya pasar dadakan yang ada sebelum, selama dan setelah Rebo Wekasan. Biasanya pasar ini ada setengah atau satu bulan sebelum hari H. Karena adanya pasar ini juga, keadaan di desa Suradadi menjadi sangat ramai yang disebabkan oleh banyaknya para pedagang serta para pengunjung yang mendatangi pasar dadakan tersebut. Sehingga pasar tersebut seakan menjadi arena bazar gratis bagi masyarakat. Barang yang dijual dalam pasar tersebut berupa segala jenis makanan, mainan anak-anak, pakaian, sepatu, tas, serta kebutuhan-kebutuhan yang lain. Sehingga pasar ini seakan tidak bedanya dari  pasar malam yang mengundang keramaian. Pedagang pun datang dari berbagai kota. Karena terdapat sebuah kepercayaan bahwa setelah berdagang pada acara Rebo Wekasan, dagangan mereka akan bertambah laris pada hari berikutnya. Ini menjadi sebuah tradisi budaya yang selalu ditunggu oleh masyarakat Suradadi, karena dapat dilihat dari betapa eksisnya tradisi ini hingga saat ini.
            Berbeda di Suradadi, berbeda pula peringatan Rebo Wekasan di Lebaksiu. Lebaksiu adalah salah satu kecamatan yang ada di kabupaten Tegal, yang terletak di jalur Tegal-Guci. Konon, berdasarkan cerita yang telah menyebar di masyarakat Lebaksiu bahwa peringatan Rebo Wekasan ini adalah untuk mengenang jejak Mbah Panggung, tokoh yang berjasa dalam penyebaran agama Islam di wilayah tersebut. Akan tetapi, tidak ada sumber yang menyebutkan dengan jelas tentang sejarah dari peringatan Rebo Wekasan di Lebaksiu. Sehingga cerita Mbah Panggun-lah yang dianggap paling benar.  Makam Mbah Panggung berada di puncak Bukit Sitanjung, dimana bukit ini terletak diantara dataran-dataran tinggi yang ada di Lebaksiu. Oleh karena itu, pusat acara Rebo Wekasan di Lebaksiu berada disekitar bukit tersebut, bahkan mencapai pinggir-pinggir jalan raya.
            Jika di Suradadi Rebo Wekasan ini lebih dominan dengan acara agama dalam hal ini Haul, Rebo Wekasan di Lebaksiu didominasi dengan kegiatan jual-beli para pedagang yang hanya ada selama Rebo Wekasan. Biasanya para pedagang ini sudah membuka lapaknya setengah bulan sebelum hari H, sampai seminggu setelah hari H. Lapak yang ada pun bisa mencapai kiloan meter dari Bukit Sitanjung. Mulai dari makanan, baju, sepatu, tas, mainan anak-anak, aksesoris, lengkap ada di situ. Tidak hanya pedagangnya yang jumlahnya tak terhitung, pengunjung yang datang pun jumlahnya membludak. Ribuan orang datang hanya sekedar untuk berkeliling untuk melihat-lihat dagangan, atau jalan-jalan menaiki bukit untuk menikmati pemandangan Bukit Sitanjung. Meskipun ada juga yang sengaja datang untuk berziarah ke makam Mbah Panggung.
            Di masyarakat Lebaksiu, ada sebuah mitos tentang Rebo Wekasan. Setiap tahun, tepatnya ketika Rebo Wekasan, pasti akan ada pengunjung yang meninggal, karena dijadikan tumbal. Terlepas benar apa tidak, tetapi memang ketika Rebo Wekasan, ada saja pengunjung yang meninggal. Ada yang hanyut di sungai, ada yang terjatuh, ada yang hilang, dan lain-lain.
            Meskipun begitu, Rebo Wekasan tetap menjadi sebuah event yang ditunggu oleh masyarakat Lebaksiu. Daya tarik utama dari peringatan Rebo Wekasan ini adalah para pedagang yang datang dari berbagai kota yang membuka lapaknya di sekitar Bukit Sitanjung. Sehingga dapat dilihat, betapa cepatnya mobilasasi ekonomi masyarakat Lebaksiu pada saat peringatan Rebo Wekasan.
            Itu adalah salah satu tradisi yang ada di kabupaten Tegal yang berkenaan dengan Rebo Wekasan. Melihat antusiasme para pengunjung, masyarakat Tegal seakan selalu menanti event ini. Bagaimana? Apakah Anda merasa penasaran? Silahkan datang ke Tegal setiap hari Rabu terakhir di bulan Safar. Dan Anda akan merasakan betapa uniknya tradisi ini.

Irwan Suswandi
Jawa 2011
Peserta UI – Student Development Program 2012



Bahasa Jawa Ngapak


Bahasa Jawa Ngapak
A         : “Aja kaya kuwelah.. Kowen ora ngerti apa, atine nyong lara nemen.”
B         : “ Iya, iya... Enyong ora bakal ngomong kaya kuwe maning.”
Jika mendengar percakapan seperti di atas, apa yang ada dibenak kita? Ya, kita akan langsung mengerti bahwa orang yang bercakap tersebut menggunakan bahasa Ngapak atau bahasa Jawa Ngapak. Tetapi apa sebenarnya yang dimaksud dengan bahasa Ngapak? Dan bagaimana sejarahnya, sehingga bahasa Jawa ini disebut sebagai bahasa Jawa Ngapak?
“Bahasa Jawa mempunyai 4 dialek dan 13 subdialek. Dialek-dialek itu adalah: Banyumas, Pesisir Utara, Surakarta dan Jawa Timur. Adapun subdialek-subdialek itu meliputi : Purwokerto, Kebumen, Pemalang, Banten Utara, Tegal, Semarang, Rembang, Surakarta, Yogyakarta, Madiun, Surabaya dan Banyuwangi.” (Uhlenbeck, 1972:75)
Bahasa Jawa mempunyai beberapa dialek seperti yang telah disebutkan dalam penelitin Uhlenbeck di atas, yang bisa dibedakan dari ciri-ciri tertentu. Sepintas perbedaan itu dapat dilihat dari ucapan dan kosakatanya. Namun, dua hal itu belum mewakili ciri perbedaan secara keseluruhan sebelum dikaitkan dengan pembicaraan struktur dialeknya. Salah satu dialek bahasa Jawa yang terkenal adalah dialek bahasa Jawa Banyumasan. Dialek ini dikenal juga dengan bahasa Ngapak. Bahasa Ngapak adalah salah satu dialek bahasa Jawa yang banyak digunakan di daerah Cilacap, Kebumen, Banjarnegara, Purbalingga, Purwokerto, Bumiayu, Slawi, Pemalang, Tegal, Brebes, dan sekitarnya. Bahasa ini memiliki keunikan dan kekhasan dibandingkan dengan dialek bahasa Jawa yang lain. Keunikan dan kekhasannya terletak pada logat bahasanya. Hal ini dikarenakan dialek bahasa Jawa ini masih berhubungan erat dengan bahasa Jawa Kuna (Kawi). Dialek bahasa Ngapak ini secara umum dianggap bahasa kasar serta dipertautkan dengan kelas ’’rendah’’, bahasa kaum proletar.
Adapun tahap perkembangan dari dialek Banyumasan adalah sebagai berikut.
- Abad ke-9 - 13 sebagai bagian dari bahasa Jawa kuno
- Abad ke-13 - 16 berkembang menjadi bahasa Jawa abad pertengahan
- Abad ke-16 - 20 berkembang menjadi bahasa Jawa baru
- Abad ke-20 - sekarang, sebagai salah satu dialek bahasa Jawa modern.
Kata ‘ngapak’ sebenarnya tidak memiliki arti yang jelas. Diperkirakan istilah ‘ngapak’ berasal dari Banyumas, yaitu ‘ora ngapa-ngapa’ (tidak apa-apa). Masyarakat Banyumas, serta masyarakat Pesisir Utara Jawa, jika mengucapkan sebuah kata yang terbuka, akan terdengar bunyi glotal (?). Sehingga, orang Banyumas jika mengatakan ‘ora ngapa-ngapa’ menjadi ‘ora ngapak-ngapak’. Karena itulah banyak orang yang menyebut bahasa Banyumasan ini sebagai bahasa Ngapak. Karena alasan itu juga, masyarakat Tegal yang juga dikenal oleh masyarakat luas sebagai pengguna bahasa Ngapak, tidak mau disebut sebagai bahasa Ngapak. Hal ini dikarenakan, dalam bahasa Tegal, tidak ada kosakata ‘ora gapa-ngapa’ untuk menyebutkan ‘tidak apa-apa’. Melainkan orang Tegal untuk mengatakan ‘tidak apa-apa’ dengan ‘ora papa’ atau ‘ora apa-apa’. Akan tetapi, banyak orang yang tidak mengerti dengan alasan ini, sehingga orang mengkategorikan bahasa Tegal juga sebagai bahasa Jawa Ngapak.
            Akan tetapi, para pengguna bahasa Ngapak ini merasa minder jika mereka berbicara dalam bahasa Ngapak. Karena jika mereka berbicara dengan bahasa Ngapak dan didengar oleh orang lain, mereka akan ditertawakan. Entah apa yang ditertawakan, tetapi banyak dari pengguna dari bahasa Ngapak merasa minder dengan tertawaan itu. Sehingga mereka lebih suka berbahasa Jawa standar bahkan berbahasa Indonesia. Jika hal ini terus terjadi, maka keberadaan bahasa Ngapak ini sangat rentan dengan kepunahan, karena berkurangnya para pengguna dari bahasa ini. Seharusnya, masyarakat luas jangan terlalu melihat sebelah mata kepada para pengguna bahasa Ngapak. Karena keberadaan bahasa ini merupakan salah satu kekayaan dari bangsa yang sepatutnya kita jaga dan lestarikan.





Irwan Suswandi
Jawa 2011
Peserta UI – Student Development Program 2012

Kamis, 31 Mei 2012

REOG PONOROGO




       Indonesia terkenal akan kebudayaannya yang beraneka ragam. Keberagamannya dapat terlihat di setiap sudut wilayah Indonesia yang terbentang dari Sabang sampai Merauke. Tapi sayangnya, kekayaan budaya yang dimiliki bangsa Indonesia tak diimbagi dengan rasa peduli dari masyarakat Indonesia. Sehingga tak heran, banyak pihak asing yang mengklaim budaya kita. Tapi,haruskah kita marah? Atau justru seharusnya kita berterima kasih kepada pihak tersebut karena telah peduli, dan membantu memelihara serta melestarikan budaya kita? 
      Salah satu budaya yang sempat menjadi perbincangan karena adanya pengklaiman bangsa asing adalah Reog Ponorogo. Reog sempat diklaim oleh bangsa Malaysia sebagai kebudayaan yang berasal dari Negeri Jiran tersebut. Malaysia menyebut Tari Reog dengan sebutan Tari Barongan. Tetapi, benarkah Reog berasal dari Malaysia? Atau Malaysia hanya menggertak kita agar kita tidak lupa untuk menjaga kebudayaan yang kita miliki? Untuk menjawab pertanyaan itu, alangkah baiknya kita mengenal lebih dahulu tentang Reog.
     Reog adalah salah satu kebudayaan yang berasal dari Jawa Timur, tepatnya di wilayah barat laut. Reog yang paling terkenal yaitu reog dari Ponorogo, sehingga terkenal dengan sebutan Reog Ponorogo. Di Ponorogo, Reog dipertunjukkan pertama kali pada tahun 1920. Dalam setiap pertunjukkannya, tidak hanya Reog, tetapi juga ada Tari Jaran Kepang dan Bujangganong.
      Banyak versi tentang asal-usul dari Reog Ponorogo. Setidaknya ada lima versi yang paling populer di masyarakat Ponorogo. Tetapi yang banyak dikenal oleh masyarakat Indonesia secara luas adalah versi yang bercerita tentang Kerajaan Kediri. Dahulu, ada seorang Putri Kerajaan Kediri yang bernama Dewi Sanggalangit. Setelah desakan dari kedua orang tuanya untuk segera menikah, Dewi Sanggalangit menerima permintaan dari orang tuanya itu dengan memberikan persyaratan kepada para calon suaminya, yang dia peroleh dari semedinya. Persyaratannya adalah siapa saja yang ingin menjadi suaminya, harus mampu menampilkan tontonan yang menarik, dengan membawa seratus empat puluh kuda kembar dan juga binatang berkepala dua. 
      Setelah melakukan sayembara, hanya ada dua calon yang berani memenuhi persyaratan Dewi Sanggalangit, yaitu Raja Kelanaswandana dan Raja Singabarong. Raja Kelanaswandana adalah raja yang gagah dan tampan serta bijaksana yang berasal dari Kerajaan Bandarangin. Tetapi Raja Kelanaswandana memiliki kebiasaan buruk yaitu suka mencumbui anak laki-laki tampan yang dianggapnya sebagai gadis remaja yang cantik. Sedangkan Raja Singabarong dari Kerajaan Lodaya adalah raja yang bengis dan kejam. Dia memiliki rupa harimau dan mempunyai peliharaan burung Merak yang membantu memakan kutu di kepalanya yang membuatnya gatal.
   Singkat cerita, Raja Kelanaswandana telah berhasil mempersiapkan tontonan yang menarik dan mengumpulkan kuda kembar, tetapi belum bisa menemukan binatang berkepala dua. Sedangkan Raja Singabarong hanya mampu mengumpulkan kuda kembar. Raja Singabarong berbuat curang dengan berencana merebut apa yang telah diciptakan oleh Raja Kelanaswandana. Mendengar berita itu, Raja Kelanaswandana marah dan menyerbu Kerajaan Lodaya. Raja Kelanaswandana berhasil mengalahkan Raja Singabarong. Selain berhasil mengalahkan Raja Singabarong, dengan  senjata samandiman-nya, Raja Kelanaswandana juga membuat burung Merak yang saat itu sedang mematuk kepala Raja Singabarong menyatu dengan kepala Singabarong. Sehingga kepala Raja Singabarong tampak seperti binatang berkepala dua., yaitu kepala Singa dan kepala Merak. Raja Kelanaswandana akhirnya dapat memenuhi semua persyaratan Dewi Sanggalangit, dan dapat meminangnya. Dewi Sanggalangit diboyong oleh Raja Kelanaswandana ke Bandarangin di Wengker, atau sekarang bernama Ponorogo. Setelah meminang Dewi Sanggalangit, kebiasaan Raja Kelanaswandana yang suka mencumbui anak laki-laki tampan bisa berhenti.
       Itulah cerita singkat dibalik Tari Reog Ponorogo. Sekarang, Reog telah mengalami perkembangan, salah satunya dari adanya alur cerita. Urut-urutan dari Tari Reog Ponorogo, yaitu Warok, kemudian Jatilan, Bujangganong, Kelanaswandana, barulah Barongan atau Dadak Merak di bagian akhir. Saat salah satu unsur tersebut beraksi, unsur lain ikut bergerak atau menari meski tidak menonjol.
     Melihat dari segi sejarah dan perkembangannya, Reog Ponorogo memang budaya asli milik Indonesia. Barongan di Batu Pahat, Johor dan Selangor, Malaysia hanyalah sebuah tarian yang dibuat oleh masyarakat Jawa di sana yang masih cinta dan peduli dengan Tari Reog. Lantas, siapakah yang disalahkan atas klaim ini? Pada dasarnya tidak ada yang pantas untuk disalahkan, jika semua pihak lebih peduli untuk menjaga dan melestarikan Tari Reog Ponorogo, serta budaya-budaya bangsa Indonesia yang lain. Sehingga tidak ada lagi klaim-klaim dari pihak asing atas budaya kita.

Irwan Suswandi 
Jawa 2011
Peserta UI – Student Development Program 2012

Minggu, 20 Mei 2012

Pendidikanku, pendidikanmu, pendidikan kita, samakah?



Indonesia adalah sebuah negara besar yang penuh dengan kekayaan alam. Kekayaan alam Indonesia, tak terbantahkan lagi oleh negara-negara lain di dunia. Akan tetapi, mengapa kekayaan alam Indonesia itu tidak dapat diolah dengan baik oleh rakyat Indonesia sendiri? Justru negara-negara lainlah yang dengan leluasa memanfaatkan bahkan mengeksploitasi kekayaan alam negara kita. Bagaimana ini? Rakyat Indonesia seakan menjadi tamu di negeri sendiri? Mengapa hal ini bisa terjadi? Ada yang salah dengan rakyat Indonesia?
Salah satu faktor yang menyebabkan bangsa Indonesia tidak dapat mengolah kekayaan alamnya sendiri adalah karena rendahnya sumber daya manusia yang dimiliki oleh bangsa ini. Sumber daya manusia yang rendah? Ya, sumber daya manusia yang rendah merupakan salah satu faktor utama yang dari dulu sampai sekarang masih menjadi permasalahan yang seharusnya bisa diatasi dan diselesaikan oleh Pemerintah Indonesia. Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh UNESCO (2000) tentang peringkat Indeks Pengembangan Manusia (Human Development Index), yaitu komposisi dari peringkat pencapaian pendidikan, kesehatan, dan penghasilan per kepala yang menunjukkan, bahwa indeks pengembangan manusia Indonesia makin menurun. Di antara 174 negara di dunia, Indonesia menempati urutan ke 102 (1996), ke-99 (1997), ke-105 (1998), dan ke-109 (1999). Jika hal ini terus terjadi, maka berbagai permasalahan kesejahteraan di Indonesia tidak akan pernah tertangani dengan baik.
Lantas yang menjadi pertanyaan selanjutnya adalah, mengapa sumber daya manusia masih rendah? Adakah faktor yang menyebabkan hal itu terjadi? Ya benar, salah satu penyebab dari rendahnya nilai sumber daya manusia yang rendah adalah karena masih buruknya kualitas pendidikan di Indonesia. Karena faktor inilah yang mengakibatkan sumber daya manusia di Indonesia menjadi sangat rendah jika dibandingkan dengan negara lainnya. Berbagai permasalahan tentang pendidikan di negeri ini seakan tidak ada habisnya. Permasalahan ini menjadi polemik tersendiri bagi bangsa Indonesia. Bukannya semakin membaik, justru masalah itu semakin ke sini semakin memprihatinkan. Polemik pendidikan bangsa Indonesia ini disebabkan banyak hal. Di antaranya adalah karena masih banyaknya sarana sekolah yang kurang bahkan tidak layak, kualitas guru yang sangat rendah, merebaknya kecurangan yang dilakukan oleh para perangkat sekolah, mahalnya pendidikan sampai masyarakat miskin tak sanggup menjangkaunya, kurikulum yang masih bergonta-ganti, dan masih banyak lagi permasalahan yang terjadi dalam pendidikan kita.
Apa yang dapat kita lakukan sebagai rakyat Indonesia jika mengetahui masalah seperti itu? Memang, permasalahan pendidikan yang terjadi Indonesia sangat terasa saat kita mengampu pendidikan dari dulu hingga sekarang. Berbagai permasalahan-permasalahan dalam pendidikan seakan menjadi makanan sehari-hari, karena begitu kompleksnya permasalahan ini. Sehingga hampir setiap orang pernah mengalami permasalahan ini selama mereka  mengampu pendidikan. Polemik klasik pendidikan di bangsa ini adalah siapa yang mampu membayar sekolah, maka itulah yang dapat memperoleh pendidikan. Pernyataan ini seakan sudah terbiasa terjadi di setiap lingkungan pendidikan di Indonesia. Jika seperti itu terus terjdi, bagaimana dengan mereka yang miskin? Mereka yang tidak punya uang? Akankah niat tulus mereka untuk dapat memperoleh pendidikan yang layak terhalang hanya karena masalah biaya? Hal ini menjadi ironi tersendiri bagi wajah pendidikan bangsa Indonesia.
Bukankah pemerintah telah menggelontarkan program BOS (Biaya Operasional Sekolah)? Tidak cukupkah itu untuk membantu mereka yang miskin untuk bisa sekolah? Memang, pemerintah telah berusaha keras menangani masalah klasik itu dengan memberikan sekolah ‘gratis’ untuk para rakyat miskin bangsa ini yang jumlahnya banyak ini. Akan tetapi, program ini menjadi sia-sia karena pada prakteknya tetap saja ada sekolah yang mengharuskan siswanya untuk membayar biaya sekolah. Sekolah yang seharusnya gratis, menjadi tidak gratis karena orang tua siswa tetap harus membayar biaya sekolah dengan berbagai alasan. Mulai untuk memperbaiki sekolah, pengadaaan buku-buku bacaan, pengadaan fasilitas komputer, dan lain sebagainya. Jika seperti ini, masih ada keadilankah di negeri ini? Apakah adil jika satu sekolah benar-benar gratis, karena sarana dan prasana sekolah telah terpenuhi, dibandingkan dengan satu sekolah lain yang harus membayar iuran setiap bulan karena sarana dan prasana sekolah tersebut kurang layak. Ini menunjukkan kalau pemerataan layanan perbaikan di Indonesia masih sangat kurang. Ini juga menjadi masalah sendiri dalam pendidikan kita. Selain contoh itu, sebenarnya masih banyak lagi contoh-contoh permasalahan dalam pendidikan yang menjadi polemik di bangsa ini. Cukup kompleks memang masalah pendidikan yang dihadapi oleh bangsa Indonesia ini.
Sikap kita terhadap polemik ini haruslah konstruktif. Jangan sampai justru semakin menjadi destruktif, dalam upaya perbaikan permasalahan pendidikan bangsa ini. Sangat menyedihkan memang, jika kita melihat wajah pendidikan bangsa kita ini. Mengapa negara kita bisa tertinggal dengan negara yang lain, dimana kita seharusnya  bisa sangat unggul karena berbagai sumber daya yang kita miliki. Setiap orang merasa geram dengan berbagai permasalahan yang terjadi di dunia pendidian Indonesia. Ada yang melampiaskannya dengan cara berdemo, serta ada juga yang menyikapi dengan melakukan berbagai aksi sosial.
Banyak pihak telah melakukan berbagai upaya, agar polemik ini bisa cepat terselesaikan. Pemerintah juga telah berusaha keras agar berbagai permasalahan pendidikan bangsa ini bisa tertangani. Namun, usaha pemerintah serta berbagai pihak ini belum begitu efektif jika melihat kondisi pendidikan bangsa Indonesia sampai saat ini. Akan tetapi, kita patut mengapresiasi berbagai usaha yang dilakukan oleh pemerintah ini. Pemerintah setidaknya sudah peka terhadap masalah ini. Diharapkan pula pemerintah memberikan solusi-solusi yang semakin realistis dalam menyelesaikan polemik yang terjadi dalam pendidikan bangsa Indonesia.
Selanjutnya, bagaimanakah konstribusi kita dalam upaya menbantu mengurangi polemik yang terjadi dalam pendidikan bangsa ini? Apakah kita cukup bersikap apatis saja? Bukankah kita juga pernah menjadi korban dalam polemik ini? Sepatutnya kita sebagai warga negara Indonesia berperan aktif dalam permasalahan ini. Kita dapat menjadi pionir dalam perbaikan pendidikan bangsa ini. Baik itu dalam bentuk aksi sosial dengan pendirian rumah belajar bagi mereka yang ingin sekali bersekolah tetapi terhalang dana, yang selanjutnya dapat berpartisipasi dalam membantu menghasilkan sumber  daya manusia Indonesia yang mampu bersaing secara global, sehingga bangsa ini menjadi tuan rumah dalam mengolah kekayaan alam bangsa ini. Serta yang paling utama adalah kita sebagai masyarakat Indonesia selalu mendukung dan berkontribusi dalam berbagai program-program pemerintah yang bertujuan untuk perbaikan pendidikan bangsa Indonesia, sebagai upaya penyelesaian polemik yang terjadi dalam pendidikan bangsa Indonesia.

Irwan Suswandi
Jawa 2011
Peserta UI – Student Development Program 2012

Senin, 07 Mei 2012

TAP : Strategi Alternatif untuk Mengurangi Ledakan Penduduk di Indonesia



          Berdasarkan data yang dikeluarkan PBB tentang populasi penduduk dunia pada tahun 2009, Indonesia menempati peringkat keempat sebagai negara dengan populasi penduduk terbesar di dunia. Hal yang mencengangkan juga dapat dilihat dari Sensus Penduduk BKBN (Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana) pada tahun 2010 yang melangsir total penduduk Indonesia yang mencapai 237.641.326 jiwa. Jika melihat data ini, maka pertanyaan yang muncul adalah sudah berhasilkah Program Keluarga Berencan (KB) itu? Mungkin setiap orang memiliki jawaban yang berbeda-beda atas pertanyaan itu. Tetapi tak dapat disangkal bahwa program ini tidak begitu berhasil dalam menangani ledakan penduduk. Karena Program KB ini tidak berhasil menekan kenaikan penduduk. Kalau Program Keluarga Berencana ini telah gagal dalam mengatasi ledakan penduduk di Indonesia, lantas kira-kira adakah program atau strategi lain yang lebih efektif yang dapat digunakan untuk mengatasi masalah ledakan penduduk ini? Sebaiknya kita bercermin dari kasus yang terjadi di Gunung Kidul. Di daerah ini, hanya dari bulan Januari-Juni tahun ini saja, KUA Gunung Kidul telah mengesahkan 130 pasangan usia dini. Dimana hampir semua pasangannya berusia di bawah 19 tahun. Jumlah ini meningkat 100% dari tahun sebelumnya yang totalnya mencapai 120 pasangan selama setahun1. Lantas apakah yang menyebabkan para pasangan ini mau menikah dalam usia yang sangat muda? Dan apakah yang menjadi faktor pendorong mereka untuk menikah? Jawabannya sangat mengejutkan. Karena semua pasangan perempuannya telah hamil di luar nikah. Sungguh sangat ironis mengetahui kasus seperti ini. Terus, apakah ini murni kesalahan mereka? Tentu saja tidak. Mereka hanya korban kesenangan nafsu sesaat saja. Lantas pertanyaannya, mampukah Program KB bisa mengatasi masalah seperti ini? Tentu saja tidak. Karena mereka hamil di luar nikah dan pastinya mereka telah melakukan hubungan seksual di luar nikah. Dan mereka tak memperdulikan apa itu KB. Pertanyaan yang muncul kemudian, apakah yang menyebabkan mereka nekat melakukan hal seperti itu? Jawabannya mungkin bervariasi. Tetapi yang jelas, ada sesuatu yang mendorong mereka untuk nekat melakukan tindakan free sex ini. Mereka mempraktekkan perilaku yang telah mereka nonton.
             Lantas, bagaimana agar kasus ini bisa ditanggulangi? Mungkin jika dihilangkan secara total, hal ini mustahil. Tetapi setidaknya hal ini bisa ditekan secara maksimal. Salah satu cara yang efektif adalah dengan melakukan tindakan promotif dan preventif. Salah satunya dengan pembentukan TAP (Tim Anti Pornografi). Dimana TAP ini terdiri dari ahli-ahli IT, anggota kepolisian serta pemerintah. Unsur-unsur TAP ini harus bisa bekerja sama. Karena tim ini tidak akan berhasil jika tidak adanya kerjasama diantara ketiga unsur ini. TAP melakukan strategi-strategi untuk bisa mengurangi akses masyarakat untuk melihat atau menonton pornografi yang dapat meningkatkan keinginan seksnya. Tiga media yang sering digunakan oleh masyarakat untuk mengakses pornografi, yaitu situs internet, kaset VCD dan DVD serta majalah/tabloid. Sehingga, tugas utama dari TAP ini adalah berusaha agar ketiga media ini sulit untuk diakses oleh masyarakat.
          Berdasarkan survei yang dilakukan oleh lembaga survei internasional tentang jumlah pengunjung situs porno pada tahun 2010, menempatkan Indonesia pada posisi keempat sebagai negara dengan jumlah pengunjung situs porno terbesar di dunia. Sungguh sangat miris jika melihat kenyataan ini. Selain itu, majalah online Good Magazine mengeluarkan data tentang jumlah situs porno yang mencapai 327 juta. Dimana lebih dari satu juta situs porno itu adalah buatan Indonesia. Serta Kantor Berita Antara melaporkan bahwa 90% tindak pidana perkosaan yang terjadi di Indonesia disebabkan oleh pornografi. Untuk mengatasi masalah ini, TAP yang terdiri dari tim ahli IT, menciptakan sebuah software, seperti software Green Dam Youth Escort, Netnanny, K9 Web Protection, Safety, dan lain-lain yang dibuat oleh negara-negara pengekang pornografi. Software ini bertujuan untuk memfilter situs-situs yang dianggap porno dan semi porno. Situs porno adalah situs yang secara jelas menyediakan konten-konten berupa video dan gambar porno. Sedangkan situs semi porno adalah situs menyediakan konten-konten berupa video tarian erotis, adegan-adegan vulgar maupun artikel-artikel berbau porno yang dapat merangsang libido.
          Mari kita renungkan kasus tragis berikut. Seorang ayah tega memperkosa puterinya sendiri. Tindakannya itu telah berlangsung selama 4 tahun dan telah menghasilkan dua bayi, yang salah satunya meninggal karena keguguran. Kelakuan bejat seorang ayah ini dilakukan setelah ia menonton VCD porno2. Agar tidak ada kasus serupa, harus tindakan tegas dan nyata, yaitu dengan menghentikan produksi dan peredaran kaset-kaset porno. Untuk bisa menyetop peredaran kaset-kaset ini, TAP yang terdiri dari anggota kepolisian harus tegas dalam menindak para produsen dan penjual kaset porno. Jumlah anggota polisi di Indonesia sangat banyak. Dan hampir di setiap kecamatan ada satuan kepolisian. Anggota polisi ini bisa saja membentuk tim-tim kecil untuk menelusuri setiap desa mengenai keberadaan produsen, penjual dan konsumen kaset porno. Anggota polisi ini bisa menyamar sebagai calon distributor untuk menelusuri produsen kaset porno. Anggota polisi ini bisa juga menyamar sebagai pembeli untuk menelusuri penjual kaset porno dan anggota polisi ini juga bisa melakukan penggeledahan rutin di sekolah-sekolah dan rumah-rumah agar peredaran kaset porno di kalangan masyarakat, terutama remaja bisa terkontrol.
          Majalah Tempo Edisi 20-26 Maret 2006 menyebutkan ada 16 majalah dan tabloid produksi dalam negeri yang memuat konten-konten porno dan semi porno. Belum lagi tabloid atau majalah buatan luar negeri. Untuk bisa menghentikan aliran majalah ini, pemerintah harus tegas terhadap para penerbit majalah porno. Tegas disini, pemerintah harus bisa mengambil tindakan dengan melakukan penyegelan terhadap para penerbit majalah yang terbukti menerbitkan majalah porno. Dan dibantu anggota polisi melakukan penggeledahan di sekolah-sekolah maupun masyarakat untuk menyita majalah dan tabloid porno ini.
         Itu adalah peran-peran dari TAP. Dan TAP ini bisa menjadi salah satu strategi yang dapat dilakukan oleh pemerintah untuk mengurangi ledakan penduduk. Mungkin akan muncul pertanyaan dengan TAP ini. Adakah hubungan antara TAP dengan ledakan penduduk? Tentu saja ini sangat berhubungan. Berdasarkan data dari BKKBN tahun 2010, setiap jamnya ada 405 bayi lahir. Dan pada tahun yang sama, ada 2,4 juta kasus aborsi karena free sex. Belum lagi, jumlah bayi yang lahir karena free sex. Bayangkan jika perilaku ini tidak segera ditangani. Akan ada berapa banyak bayi yang lahir, yang tentunya akan menambah populasi penduduk di Indonesia. Untuk itu, diperlukan tindakan promotif dan preventif seperti pembentukan TAP, agar perilaku free sex yang dapat berdampak bertambahnya populasi penduduk ini bisa dikurangi.

Irwan Suswandi
Peserta UI – Student Development Program 2012


Sabtu, 05 Mei 2012

Realistiskah Kebijakan Penerbitan Makalah di Jurnal Ilmiah oleh Calon Sarjana Program S1?



Surat Nomor 152/E/T/2012 yang dikeluarkan oleh Dirjen Dikti, membuat pro dan kontra dari berbagai pihak. Bagaimana tidak? Surat Edaran Direktorat Perguruan Tinggi tersebut berisi sebuah kebijakan yang membuat para civitas akademika mengerutkan dahi mereka. Surat yang dikeluarkan pada tanggal 27 Januari 2012 itu merupakan sebuah surat kebijakan yang cukup tidak realistis. Dalam SE (Surat Edaran) tersebut, setiap mahasiswa yang akan lulus S1/S2/S3 harus membuat sebuah makalah ilmiah. Tidak hanya itu, apabila mahasiswa menginginkan gelar kelulusan, makalah ilmiah yang mereka buat harus dapat dimuat dalam sebuah Jurnal Ilmiah. Sungguh tidak realistis! Mengapa? Karena menurut kami, hal tersebut hanyalah sebuah kebijakan tanpa pemikiran. Kebijakan tanpa pemikiran disini maksudnya, memang kebijakan ini bagus dan merupakan suatu terobosan yang maju untuk keadaan perguruan tinggi saat ini. Akan tetapi, apakah mungkin kebijakan ini dapat dilaksanakan dengan baik? Apalagi dalam SE itu disebutkan pula  bahwa peraturan tentang kewajiban mahasiswa membuat makalah ilmiah yang termuat di jurnal ilmiah efektif dimulai pada bulan Agustus tahun ini juga.
Padahal hingga Oktober 2009 saja, menurut Indonesian Scientific Journal Database, terdapat sekitar 2.100 journal yang berkategori ilmiah yang masih aktif. Dari jumlah itupun hanya sekitar 406 jurnal yang telah terakreditasi. Sedangkan data terbaru yang dikeluarkan oleh Pusat Dokumentasi dan Informasi Ilmiah Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (PDII LIPI) pada tahun 2012 ini menyebutkan bahwa di Indonesia, jumlah jurnal ilmiah (cetak) hanya sekitar 7.000 buah. Dari jumlah tersebut, hanya 4.000 jurnal yang masih aktif menerbitkan jurnal ilmiah secara rutin, bahkan sedikitnya hanya 300 jurnal ilmiah nasional yang telah mendapat akreditasi dari LIPI. Mari kita bandingkan dengan jumlah mahasiwa yang lulus per tahun sendiri. Di Indonesia terdapat 3.000 perguruan tinggi serta ada sekitar 750.000 calon sarjana setiap tahunnya (http://pdpt.dikti.go.id/).
 Ini berarti bahwa ada sekitar 750.000 makalah yang akan dimuat per tahunnya. Jumlah ini apakah akan sesuai dengan jumlah jurnal di Indonesia? Meskipun iya, makalah yang dibuat mahasiswa akan dimuat oleh jurnal-jurnal ilmiah tersebut, akan tetapi apakah berarti jurnal-jurnal itu hanya sekedar memuat makalah itu? Memuat makalah-makalah yang ‘kurang’ ilmiah. Hanya sekedar syarat agar mahasiswa tersebut bisa lulus? Sungguh permasalahan yang pelik. Seharusnya,  pemerintah pada umumnya, serta Dikti pada khususnya,  benar-benar mempersiapkan diri terlebih dahulu apa saja yang dibutuhkan agar bisa menunjang kebijakannya tersebut. Dikti harus melakukan perbaikan-perbaikan di jurnalnya terlebih dahulu. Baru setelah semua hal yang menunjang itu telah siap, Dikti mengeluarkan kebijakan tersebut.
            Bukan hanya masalah kesiapan jurnal dalam memuat karya ilmiah yang dibuat calon sarjana saja yang menjadi polemik. Akan tetapi tulisan yang ada di Surat Edaran itu juga yang menjadi pro-kontra. Dalam SE tersebut, Dikti menuliskan bahwa “...Pada saat sekarang ini jumlah karya ilmiah dari Perguruan Tinggi Indonesia secara total masih rendah jika dibandingan dengan Malaysia, hanya sekitar sepertujuh. Hal ini menjadi tantangan kita bersama untuk meningkatkannya.” Apakah etis hal semacam ini terdapat dalam sebuah Surat Edaran? Menurut kami sangatlah tidak etis. Mengapa? Karena hal ini justru menjadi sesuatu yang memalukan bagi Dikti sendiri. Mengapa kita harus membandingkannya dengan negara tetangga kita, Malaysia? Mereka pantas saja mempunyai keunggulan dalam menerbitkan makalah-makalah ilmiah. Karena Pemerintah Malaysia sangat memperdulikan kebijakan semacam ini. Meskipun sebenarnya, Malaysia tidak mewajibkan mahasiswanya untuk membuat makalah ilmiah. Akan tetapi para dosenlah yang membuat makalah ilmiah tersebut dengan mengambil data riset dari mahasiswanya.
Kita sepatutnya memberikan apresiasi yang luar biasa kepada Pemerintah Malaysia. Hal tersebut dikarenakan banyaknya makalah ilmiah yang dibuat oleh perguruan-perguruan tinggi  tidak terlepas dari campur tangan pemeritah. Pemerintah Malaysia memberikan tunjangan-tunjangan yang bertujuan untuk mendongkrak tingkat penerbitan makalah internasional. Tunjangan-tunjangan itu seperti peningkatan anggaran pendidikan tinggi, insentif untuk penelitian, perekrutan dosen-dosen asing, insentif untuk penulisan di jurnal internsional, pemberian dana insentif yang besarnya disesuaikan dengan nilai faktor jurnal tersebut[1]. Sehingga di Malaysia, tanpa kewajiban untuk membuat makalah ilmiah bagi mahasiswa pun, mereka telah berhasil mendongkrak peningkatan makalah ilmiah mereka karena tunjangan-tunjangan dari pemerintah tersebut.
Pada dasarnya, kebijakan pembuatan makalah ilmiah bagi mahaiswa calon S1 memang baik dan patut kita berikan apresiasi. Hal tersebut juga memiliki sisi manfaat yang cukup besar. Terutama untuk peningkatan kualitas perguruan tinggi serta peningkatan kualitas para lulusan sarjana. Akan tetapi, perlu diingat bahwa kebijakan ini harus benar-benar dimatangkan agar tidak hanya sekedar peraturan. Kebijakan dari Dikti ini akan berhasil, jika semua elemen-elemen pendukung kebijakan ini telah siap serta mampu mengantisipasinya.
Kami sebagai mahasiswa S1, sangat mendukung kebijakan dari Direktorat Jenderal Perguruan Tinggi tersebut. Akan tetapi, kami tidak setuju dengan waktu dari pelaksanan kebijakan ini. Kami memberikan saran atau mungkin solusi kepada pemerintah, agar kebijakan ini bisa berjalan dengan baik dan sesuai dengan apa yang diharapkan. Yaitu dengan cara menunda pelaksanaan kebijakan tersebut. Adapun alasan mengapa perlu dilaksanakan pemunduran pelaksanaan adalah karena belum adanya kesiapan dalam berbagai hal, terutama kesiapan jurnal-jurnal ilmiah yang akan memuat makalah-makalah ilmiah dari para calon sarjana. Jurnal-jurnal ilmiah perlu mendapatkan perhatian yang lebih dari pemerintah. Apabila jurnal-jurnal tersebut telah siap dan telah mampu memuat makalah-makalah yang dibuat oleh para calon sarjana, barulah Dikti kembali menyodorkan kebijakan ini kepada perguruan-perguruan tinggi di Indonesia. Dikti dalam menyodorkan kebijakan ini juga harus disertai dengan sesuatu yang mengikat, seperti dibuatnya hukum-hukum dasar dalam pelaksanaan kebijakan tersebut. Hal ini bertujuan agar kebijakan ini semakin jelas dalam pelaksanaannya.

Rabu, 02 Mei 2012

Nasionalisme Bagi Gue



Nasionalisme? Apa itu? Adakah sesuatu yang penting dari sebuah kata Nasionalisme? Haruskah kita mempunyai rasa itu? Kita sering mendengar pertanyaan-pertanyaan seperti itu dalam kehidupan kita. Banyak orang yang salah penafsiran tentang Nasionalisme. Ada yang mengatakan bahwa Nasionalisme itu adalah rasa kecintaan, kebanggaan, kepahlawanan, semangat patriotisme, bahkan dan ada juga yang mengatakan bahwa Nasionalisme itu hanya dimiliki oleh para pahlawanan yang berjuang meraih kemerdekaan pada masa lalu. Cukup kompleks memang jika kita menanyakan tentang pengertian Nasionalisme. Setiap orang memiliki batasan-batasan tersendiri tentang Nasionalisme. Begitu pula dengan diri gue. Nasionalisme bagi gue mungkin berbeda dengan Nasionalisme bagi orang lain. Tapi wajarlah, memang tak ada batasan tentang Nasionalisme. 
Secara pribadi, Nasionalisme bagi gue adalah suatu rasa memiliki dan rasa kebersamaan. Apa yang dimaksud dengan rasa memiliki dan rasa kebersamaan? Ya, rasa memiliki dan kebersamaan itu bahwa meskipun kita lebih suka dengan lagu-lagu barat, lebih menyukai produk-produk luar negeri, lebih suka berwisata ke luar negeri, tetapi jika orang itu mempunyai rasa memiliki, dan rasa kebersamaan tentang negaranya, orang itu tentulah masih dapat dikatakan memiliki rasa Nasionalisme. Kenapa? Bukankah Nasionalisme itu berarti harus bangga dengan negeri sendiri? Sehingga orang yang suka dengan hal-hal yang berbau luar negeri pastilah tidak memiliki rasa Nasionalisme. Oh, belum tentu juga. Dapatkah rasa Nasionalisme itu diukur dari hal-hal seperti itu? 
Bagaimana dengan  contoh berikut. Contoh ini merupakan contoh yang sangat sederhana tentang Nasionalisme. Ketika ada seorang atlet kita menjuarai suatu turnamen internasional. Kemudian bendera merah putih kita dikibarkan di ujung tertinggi. Secara otomatis kita ikut merasa terharu dan menangis, bukan? Bagaimana dengan hal itu? Meskipun orang tersebut lebih suka dengan produk-produk luar negeri, akan tetapi jika ia menyaksikan peristiwa seperi itu dan ikut terharu, apakah dia tidak memiliki rasa Nasionalisme? Menurut gue itu salah. Menurut gue itu merupakan salah satu bukti yang menunjukkan bahwa orang tersebut memiliki rasa Nasionalisme. Karena mereka menyadari bahwa mereka memiliki Indonesia dan merasa bahwa kita itu sama.  Sama-sama memiliki Indonesia, dan sama-sama berasal dari Indonesia. Meskipun ada juga dari mereka yang terpisah jauh dari bumi pertiwi, tetapi mereka tetap mempunyai rasa kemilikan dan kebersamaan tentang Indonesia, tentang Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sehingga tak perlulah kita mengumbar-umbar mengenai rasa Nasionalisme itu. Karena Nasionalisme tidak dapat dilihat secara langsung dari setiap orang. Tetapi rasa Nasionalisme muncul begitu saja dari hati dan ditunjukkan melalui tindakan kita. Oleh sebab itu, tak etis pula kita menyebut seseorang tidak memiliki rasa Nasionalisme, dengan seenaknya.

Tentu saja, Nasionalisme pada zaman sekarang sangat berbeda dengan Nasionalisme pada zaman dulu. Perbedaannya adalah  bagaimana diri kita mengalokasikan rasa Nasionalisme itu dalam menghadapi perbeedaan zaman. Pada zaman sekarang, Nasionalisme mempunyai tantangan yang sangat sulit dan tak terduga. Meskipun kita tidak harus lagi memegang senjata, dan berkorban darah agar Indonesia merdeka, tetapi penjajahan yang tak terlihat seperti pada saat inilah yang justru terasa lebih sulit. Oleh karena itu, yang terpenting adalah bagaimana individu itu sendiri bisa mempertahankan dan mengalokasikan rasa Nasionalisme itu. Mengalokasi untuk kegiatan-kegiatan yang bermanfaat untuk bangsa dan negara. Sehingga menurut gue, yang menjadi masalah adalah bukan tentang, apakah kita mempunyai rasa Nasionalisme? Tetapi yang benar adalah, bagaimana kita bisa mempertahankan bahkan meningkatkan rasa Nasionalisme itu? Mengapa bisa seperti itu? Karena menurut gue, setiap warga negara, dimana pun dia berada, apapun kewarganegaraannya, dia pasti memiliki rasa Nasionalisme. Kemudian yang membedakan adalah berapa besar kadar rasa Nasionalisme yang dimiliki oleh warga negara tersebut. 


Irwan Suswandi FIB
Peserta UI - Student Development Program 2012

Military Camp UI - Student Development Program 2012



Ingat terus saat itu sobat, saat kita selalu bersama di tengah dinginnya bumi Cikoneng... 

Pertama kali saya mendengar kata Military Camp, saya cukup takut. Karena di pikiran saya pasti akan penempaan-penempaan fisik yang kurang saya suka. Tapi saya mencoba untuk bisa melawan ketakutan itu. Karena menurut saya, hal seperti itu harus diberikan kepada setiap individu yang ingin menjadi ‘pemimpin’ bangsa. Kecerdasan intelektual saja tidak cukup, tetapi juga harus diimbangi dengan kekuatan fisik. 27 Mei 2012 datang juga. Hari Jumat, para peserta UISDP 2012 termasuk saya harus sampai pukul 13.40 WIB tepat waktu, apapun kondisinya. Sehingga saya dan teman yang lain, mau tidak mau harus berlari, meskipun dengan membawa beban yang cukup berat agar tidak sampai dengan membawa beban yang cukup berat agar tidak sampai terlambat. 
Syukur Alhamdulillah, saya dapat sampai pukul 13.39.  Itu artinya saya tidak dapat punishment, bagiyang terlambat. Kami dibawa dengan bis kuning (bikun) menuju lokasi Military Camp. Saya masih tak punya gambaran tentang lokasi yang akan kami tempati selama Military Camp ini. Dalam canda dan tawa, kami berusaha agar tak perlu memikirkan tentang apa yang akan ada di Military Camp. 
Empat jam perjalanan telah kami lalui demi sampai di Cikoneng. Lelah, pastilah. Akan tetapi seorang pemimpin tak kenal akan arti lelah. Bikun yang membawa kami berhenti di suatu lokasi. Kami harus turun dan berjalan kaki, karena bis kami tak mampu melewati terjal dan sempitnya jalan di bumi Ciburial. Perjalanan kami dimulai. Dengan membawa beban yang kami bawa dari Depok, kami berusaha naik menuju barak kami yang berada cukup jauh dari lokasi bis yang berhenti. Lelah, lunglai, lemas, letih, lesu, semua terkumpul menjadi semangat kami bahwa kami bisa. 
Sampai di Cikoneng, saya pribadi cukup bingung. Karena dalam pikiran saya, kita akan dibawa ke lokasi yang serba militer. Akan tetapi, kita justru dibawa ke suatu perkampungan yang cukup terisolir dari keramaian. Saya justru senang tentunya, bisa berkemah dalam suasana yang dingin dan melatih kita untuk merasakan kemandirian di lokasi itu.
Selama 3 hari 2 malam, saya dan sahabat UISDP yang lain dilatih fisik dan mentalnya di bumi Ciburial, Cikoneng, Bogor. Kita disuruh Push up, PBB, lari dan sebagainya. Disana pula kita dituntut untuk semakin resperct to time, to system, and people. Ditambah dengan outbond dan ditutup dengan perang gerilya, menambah keyakinan saya bahwa Military Camp ini adalah hal yang tak akan pernah saya lupakan dalam sejarah hidup saya. Dan akan saya jadikan Military Camp ini sebagai bekal untuk saya menjadi seorang pemimpin.

Selasa, 01 Mei 2012

INDONESIA-KU


Yang PERLU kamu tahu tentang INDONESIA. Berikut adalah sedikit tentang TITTLE yang disandang oleh INDONESIA yang saya tahu:
1. Pantai Kuta adalah pantai terindah didunia
2.  3 tahun berturut-turut oleh majalah ternamaan Amerika, Pulau Bali adalah tempat wisata terbaik didunia.
3.  Spa di Bali adalah spa terbaik didunia
4.  Candi Borobudur adalah Candi Budha terbesar didunia
5.  Gunung Merapi adalah gunung berapi teraktif didunia
6.  Letusan Gunung Krakatau adalah letusan terdahsyat sepanjang masa
7.  Komodo adalah satu-satunya sisa hewan purba yang hanya ada di Pulau Komodo, NTT, Indonesia
8.  Taman Laut Bunaken adalah Taman Laut terindah didunia
9.  Rajaampat adalah tempat diving terbaik didunia
10.  Wakatobi adalah salah satu tempat penyelaman terbaik didunia
11.  Sekolah Internasional satu-satunya tentang biota laut ada di Wakatobi
12.  Ekspor migas dan nonmigas Indonesia selalu masuk 10 besar dunia
13.  Sumber tenaga panas bumi Indonesia adalah terbesar didunia
14.  Indonesia adalah negara dengan perairan terbesar didunia
15.  Pulau Sumatera, Kalimantan dan Papua masuk dalam 10 pulau terluas didunia
16.  Masjid Kubah Emas Al-Dian Depok adalah salah satu masjid dengan kubah emas terindah didunia
17. Jembatan Suramadu adalah jembatan terpanjang di Asia Tenggara
18. Pulau Jawa dan Pulau Samosir masuk dalam 10 pulau terunik didunia
19. Pulau Jawa adalah Pulau Terpadat didunia
20. Pemakaman di Tana Toraja adalah salah satu pemakaman terangker didunia 
21. Lagu Nasional ”Indonesia Raya” adalah salah satu lagu nasional tersulit didunia
22. Seni Tato Mentawai adalah seni tato tertua didunia
23. Indonesia adalah negara dengan jumlah penduduk Islam terbesar didunia
24. Indonesia menjadi tempat pencantuman produk halal dunia
25. Indonesia mempunyai sistem pertanian terasering yang terkenal didunia
26. Indonesia tempat pertama kali berlangsungnya Asian Beach Games dan Asian Idol
27. Indonesia menjadi tuan rumah Asian Games IV
28. Indonesia pengekspor Emas terbesar ketiga setelah Afrika Selatan dan Amerika.
29. Setiap tahun Indonesia adalah negara dengan jamaah haji terbesar didunia
30. Lautan Pasir Gunung Bromo adalah satu-satunya padang pasir yang ada di Asia Tenggara
31. Indonesia adalah negara dengan jumlah gempa bumi terbanyak didunia
32. Es di Puncak Jayawijaya adalah satu dari 10 puncak dengan esnya yang abadi serta termasuk dalam 7 Puncak Benua
33. Dasar laut perairan Komodo adalah dasar laut terbaik di dunia
35. Danau Kelimutu adalah salah satu dari sembilan keajaiban dunia serta satu-satunya danau didunia yang dapat berubah warna.
36. Candi Prambanan adalah Candi Hindu terbesar di Asia Tenggara
37. Danau Toba adalah danau yang berada di bekas kawah supervolcano terbesar di dunia.
38. Hingga tahun ini ada total 11 objek Indonesia dari sekitar total 890 objek dari seluruh dunia yang mendapatkan status World Heritage (warisan dunia) dari UNESCO, objek itu antara lain Taman Nasional Ujung Kulon, Taman Nasional Komodo, Taman Nasional Leuser, Hutan Hujan Tropis Sumatera, Candi Borobudur, Candi Prambanan, Situs Sangiran, Wayang, Keris, Batik, dan Angklung.
39. Indonesia masuk 5 besar sebagai negara terkorup didunia dan pertama di Asia
40. Indonesia adalah satu-satunya negara di Asia Pasifik yang memasang iklan tentang rokok
41. Indonesia peringkat 3 sebagai negara dengan pengkonsumsi rokok terbesar di dunia
44. Indonesia masuk 10 besar sebagai negara dengan pengunjung situs porno terbanyak didunia
45. Sungai Ciliwung adalah sungai terkotor didunia
46. Jakarta adalah kota terkotor ketiga didunia setelah Brasilia dan Bangkok
47. Indonesia masuk Guiness Book World of Record sebagai negara dengan pembalakan hutan terbesar didunia
48. Indonesia masuk 100 besar negara termiskin didunia
49. Jakarta masuk 10 besar kota termacet didunia